Jumat, 14 Januari 2011

TAHAP-TAHAP PEMEROLEHAN BAHASA

Di seluruh dunia, rupanya manusia memiliki tahap-tahap dan bentuk-bentuk yang sama dalam menguasai kemahiran berbahasa. Pemerolehan bahasa atau akuisisi bahasa adalah proses yang berlangsung di dalam otak kanak-kanak ketika dia memperoleh bahasa pertamanya atau bahasa ibunya.
Selama pemerolehan bahasa pertama, Chomsky menyebutkan bahwa ada dua proses yaitu proses kompetensi dan performansi. Kedua proses ini merupakan dua proses yang berlainan. Kompetensi adalah proses penuasaan tata bahasa secara tidak disadari. Kompetensi dibawa anak sejak lahir, dan memerlukan pembinaan sehingga anak-anak memiliki performansi berbahasa. Perfomasi sendiri adalah kemampuan anak menggunakan bahasa berkomunikasi ( pemahaman dan penerbitan kata-kata).
Pada umumnya kebanyakan ahli kini berpandangan bahwa anak di manapun juga memperoleh bahasa pertamanya dengan memakai strategi yang sama. Kesamaan ini tidak hanya ddilandasi oleh biologi dan neurologi manusia yang sama, tetapi juga oleh pandangan mentalistik yang menyatakan bahwa anak telah dibekali dengan bekal kodrati pada saat dilahirkan. Chomsky mengibaratkan anak sebagai entitas yang seluruh tubuhnya dipasang tombol serta kabel listrik: mana yang dipencet, itulah yang akan menyebabkan bola lampu tertentu menyala. Jadi, bahasa mana dan wujudnya seperti apa ditentukan oleh input sekitarnya.
Dalam makalah ini akan dibahas tentang tahapan pemerolehan bahasa, sebagai pemenuhan atas tugas yang diberikan dosen pengampu mata kuliah psikologi umum. Semoga makalh ini dapat memberikan manfaat bagi penulis maupun pembaca. Makalah ini pun masih jauh dari sempurna, sehingga kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan sebagai perbaikan penulisan makalah kedepan. Terimaksasih.




TAHAP-TAHAP PEMEROLEHAN BAHASA
Di tahun pertama kehidupan, manusia tampaknya memproduksi bahasa dengan bergerak maju melewati tahap- tahap berikut :
1. Mendekut ( kebanyakan mengandung bunyi vokal)
Bayi-bayi sanggup memproduksi bunyi dari dirinya sendiri. Yang paling jelas, aspek-aspek komunikatif dari tanisan – entah diniatkan atau tidak- berfungsi cukup efektif. Namun berdasarkan kemahiran berbahasanya, mendekutnya bayi-bayi yang paling membingungkan ahli-ahli bahasa. Mendekut (cooing) adalah ekspresi oral bayi mengeksplorasi pemroduksian bunyi vocal.Mendekutnya bayi di seluruh dunia, termasuk bayi-bayi tuli juga, tidak bisa dibedakan di antara bayi -bayi dan bahasa-bahasa yang berbeda.
Bayi-bayi sebenarnya lebih baik ketimbang orang dewasa dalam memilihkan bunyi yang tidak bermakna bagi mereka (Werker, 1989). Mereka bisa membuat pilihan fonetik yang sudah tidak bisa dibedakan lagi oleh orang dewasa.
2. Meraban/ mengoceh (mengandung bunyi konsonan dan bunyi vokal)
Di tahap ini bayi-bayi tuli tidak lagi mengucapkan bunyi vokal. Bagi telinga kita, merabannya bayi terus meningkat di antara pembicara-pembicara dari kelompok-kelompok bahasa yang berbeda terdengar sangat mirip (Oller & Eilers, 1998).
Bunyi diproduksi berdasarkan perubahan di dalam pendengaran bayi. Meraban (babbling) adalah produksi yang dipilih bayi terkait fonem-fonem yang terpilih –entah bunyi vokal maupun konsonannya- yang merupakan cirri bahasa asal bayi (Locke, 1994; petitto & Marentette,1991). Oleh karena itu, mendekutnya bayi diseluruh dunia esensinya sama, namun merabannya bayi berbeda. Salama tahap Ini, kemampuan bayi untuk mencerap dan memproduksi fon-fon selain fonem semakin memudar.
3. Ucapan Satu Kata
Pada akhirnya, bayi mengucapkan kata pertamanya. Ini diikuti dengan singkat oleh satu dua kata lagi. Segara sesudahnya, beberapa kata lagi menyusul. Ucapan ini terbatas pada bunyi vokal dan konsonan yang digunakan (Ingram, 1999). Bayi menggunakan satu kata ini –yang disebut holo frase- untuk menyampaikan intense, keinginan dan tuntutan. Biasanya, kata-kata adalah kata benda yang melukiskan objek yang dikenal, yang biasa dilihat anak (seperti mobil, buku, bola,dll) atau keinginan (seperti mama. Papa, jus, kue, dll).
Pada usia 18 bulan, anak-anak biasanya memiliki kosakata 3 sampai 100 kata (Siegler, 1986). Namun, kosakata anak kecil masih tidak bisa menuangkan semua keinginanny. Akibatnya, anak-anak banyak melakukan kesalahan. Sebuah kekeliruan melebih-lebihkan isi (overextension error) adalah perluasan sacara keliru makna kata-kata dari dalam leksikon untuk menuangkan hal-hal dan gagasan-gagasan tetapi masih belum mrmiliki kata baru untuk mengekspresikannya.
4. Ucapan Dua Kata dan Ujaran Telegrafik.
Secara bertahap, antara usia 1,5 sampaai 2,5 tahun, anak-anak mulai mengombinasikan kata-kata tunggal untuk menghasilkan ucapan dua kata. komunikasi-komnikasai awal ini tampaknya lebih lebih mirip telegram ketimbang percakapan. Kata depan, kata sambung dan morfem-fungsi lainnya biasanya ditinggalakan.. oleh karena itu, para ahli bahasa menyebut ucapan-ucapan awal ini mirip ujaran di dalam telegram.
Ujaran telegrafis ini dapat digunakan untuk menggambarkan ujaran dua atau tiga kata bahkan yang sedikit lebih panjang, namun tidak memiliki fungsi.
5. Struktur Kalimat dasar Orang Dewasa
Kosakata mengembang dengan cepat. Ia berlipat lebih dari tiga kali, dari sekitar 300 kata pada usia 2 tahun menjadi 1.000 kata pada usia 3 tahun.hampir secara menakjubkan, mulai dari kira-kira usia 4 tahun, dengan kemahiran kosakata yang bertambah (lihat Bloom, 2000 untuk diskusi tentang mekanisme-mekanisme kemahiran ini) kemampuan anak mencapai fondasi dan struktur bahasa orang dewasa. Pada usia 5 tahun, kebanyakan anak juga bisa mengerti dan memroduksi konstruksi kalimat yang cukup kompleks dan tidak lazim. Pada usia 10 tahun, bahasa anak secara fundamental sudah samaa seperti orang dewasa.
Proses Perkembangan Bahasa Anak
1. Fonologi
Anak menggunakan bunyi-bunyi yang telah dipelajarinya dengan bunyi-bunyi yang belum dipelajari, misalnya menggantikan bunyi /l/ yang sudah dipelajari dengan bunyi /r/ yang belum dipelajari. Pada akhir periode berceloteh, anak sudah mampu mengendalikan intonasi, modulasi nada, dan kontur bahasa yang dipelajarinya.
2. Morfologi
Pada usia 3 tahun anak sudah membentuk beberapa morfem yang menunjukkan fungsi gramatikal nomina dan verba yang digunakan. Kesalahan gramatika sering terjadi pada tahap ini karena anak masih berusaha mengatakan apa yang ingin dia sampaikan. Anak terus memperbaiki bahasanya sampai usia sepuluh tahun.
3. Sintaksis
Alamsyah (2007:21) menyebutkan bahwa anak-anak mengembangkan tingkat gramatikal kalimat yang dihasilkan melalui beberapa tahap, yaitu melalui peniruan, melalui penggolongan morfem, dan melalui penyusunan dengan cara menempatkan kata-kata secara bersama-sama untuk membentuk kalimat.
4. Semantik
Anak menggunakan kata-kata tertentu berdasarkan kesamaan gerak, ukuran, dan bentuk. Misalnya, anak sudah mengetahui makna kata jam. Awalnya anak hanya mengacu pada jam tangan orang tuanya, namun kemudian dia memakai kata tersebut untuk semua jenis jam.



DAFTAR PUSTAKA

Werker, J.E. 1989. Becoming a Native Listener. Dalam American scientist, No.77, hlm. 54-59.
Oller, D.K., Eilers,. R.E. 1998. Interpretive and Methodological Difficulties in Evaluating Babbling Drift. Dalam parole, No. 7 hlm. 147-164.
Locke, J.L. 1994. Phases in the Child’s Development of Language. Dalam American scientist, No. 82, hlm. 436-445.
Petitto, L., & Marentette, P.F. 1991. Babbling in the manual mode: Evidence For the Ontogeny of Language. Dalam Scientist, No. 251 (5000), hlm. 1493-1499.
Ingram, D. 1999. Phonological Acquisition. Dalam M. Barret (Ed.), The Development of Language. Eats Sussex, UK: Psycology Press. Hlm.845-865.
Siegler, R.S. 1986. Children’s Thinking. Englewood Cliffs, NJ: Prentice-Hall.
Sternbernberg, Robert. J . 2008. Psikologi Kognitif_edisi empat. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

UPAYA PENGEMBANGAN PENDIDIKAN MELALUI PEMBELAJARAN BERBASIS MULTIMEDIA

A. Latar Belakang

Sistem pendidikan dewasa ini telah mengalami kemajuan yang sangat pesat. Berbagai cara telah dikenalkan serta digunakan dalam proses belajar mengajar (PBM) dengan harapan pengajaran guru akan lebih berkesan dan pembelajaran bagi murid akan lebih bermakna. Sejak beberapa tahun belakangan ini teknologi informasi dan komunikasi telah banyak digunakan dalam proses belajar mengajar, dengan satu tujuan mutu pendidikan akan selangkah lebih maju seiring dengan kemajuan teknologi. Perkembangan teknoloagi multimedia telah menjanjikan potensi besar dalam merubah cara seseorang untuk belajar, untuk memperoleh informasi, menyesuaikan informasi dan sebagainnya. Multimedia juga menyediakan peluang bagi pendidik untuk mengembangkan teknik pembelajaran sehingga menghasilkan hasil yang maksimal. Demikian juga bagi pelajar, dengan multi media diharapkan mereka akan lebih mudah untuk menentukan dengan apa dan bagaiamana siswa untuk dapat menyerap informasi secara cepat dan efisien. Sumber informasi tidak lagi terfokus pada teks dari buku semata-mata tetapi lebih luas dari itu. Kemampuan teknologi multi media yang telah terhubung internet akan semakin menambah kemudahan dalam mendapatkan informasi yang diharapkan.


B. Rumusan Masalah
C.
1. Bagaimana cara mengajar yang berkesan?
2. Apa saja manfaat yang di peroleh dari pengajaran yang berkesan?
3. Bagaiman cara mengakhiri pelajaran dengan berkesan?

C. Tujuan Penulisan
1. Mendeskripsikan cara mengajar yang berkesan.
2. Mendeskripsikan manfaat yang di peroleh dari pengajaran yang berkesan.
3. Mendeskripsikan cara mengakhiri pelajaran dengan berkesan.
D. Manfaat Penulisan
Bisa dijadikan sebagai sumbangsih dalam meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia.
Bisa dijadikan sebagai acuan dalam mengajar agar para peserta didiknya dapat berprestasi lebih baik dimasa yang akan datang.
Bisa dijadikan sebagai bahan kajian belajar dalam rangka meningkatkan prestasi diri pada khususnya dan meningkatkan kualitas pendidikan pada umumnya
MENGAPA PERLU MENGGUNAKAN TI DALAM PENDIDIKAN ?
Proses belajar mengajar (PBM) seringkali dihadapkan pada
materi yang abstrak dan di luar pengalaman siswa seharihari,
sehingga materi ini menjadi sulit diajarkan guru dan
sulit dipahami siswa. Visualisasi adalah salah satu cara
yang dapat dilakukan untuk mengkonkritkan sesuatu yang
abstrak. Gambar dua dimensi atau model tiga dimensi adalah
visualisasi yang sering dilakukan dalam PBM. Pada era
informatika visualisasi berkembang dalam bentuk gambar
bergerak (animasi) yang dapat ditambahkan suara (audio).
Sajian audio visual atau lebih dikenal dengan sebutan
multimedia menjadikan visualisasi lebih menarik. ICT dalam
hal ini komputer dengan dukungan multimedia dapat menyajikan
sebuah tampilan berupa teks nonsekuensial, nonlinear, dan
multidimensional dengan percabangan tautan dan simpul secara
interaktif. Tampilan tersebut akan membuat pengguna (user)
lebih leluasa memilih, mensintesa, dan mengelaborasi
pengetahuan yang ingin dipahaminya. Walhasil komputer dapat
mengakomodasi siswa yang lamban menerima pelajaran, karena
komputer tidak pernah bosan, sangat sabar dalam menjalankan
instruksi, seperti yang diinginkan. Iklim afektif ini akan
melibatkan penggambaran ulang berbagai objek yang ada dalam
pikiran siswa. Dan iklim inilah yang membuat tingkat retensi
siswa pengguna komputer multimedia lebih tinggi daripada
bukan pengguna. Sebuah pepatah menyebutkan I hear I forget,
I see I Know, I do I Understand.
Penelitian De Porter mengungkapkan manusia dapat
menyerap suatu materi sebanyak 70% dari apa yang dikerjakan,
50% dari apa yang didengar dan dilihat (audio visual),
sedangkan dari yang dilihatnya hanya 30%, dari yang
didengarnya hanya 20%, dan dari yang dibaca hanya 10%.
Berdasarkan ini semua, maka kegiatan hands on dalam PBM
harus tetap diutamakan. Kadang kala PBM dihadapkan pada
materi yang tidak dapat dilakukan secara hands on. Misalnya
suatu percobaan membutuhkan waktu lama, sedangkan waktu PBM
terbatas atau benda sebenarnya sulit untuk diperlihatkan dan
dieksplorasi oleh siswa. Pada saat seperti inilah diperlukan
alat bantu pengajaran, salah satunya adalah pembelajaran
berbasis ICT (komputer multimedia).
PENGUNAAN MULTIMEDIA DALAM PENDIDIKAN
Tidak bisa dipungkiri bahwa teknologi multimedia mampu
memberi kesan yang besar dalam bidang komunikasi dan
pendidikan karena bisa mengintegrasikan teks, grafik,
animasi, audio dan video. Multimedia telah mengembangkan
proses pengajaran dan pembelajaran ke arah yang lebih
dinamik. Namun yang lebih penting ialah pemahaman tentang
bagaimana menggunakan teknologi tersebut dengan lebih
efektif dan dapat menghasilkan idea - idea untuk pengajaran
dan pembelajaran. Pada masa kini, guru perlu mempunyai
kemahiran dan keyakinan diri dalam menggunakan teknologi ini
dengan cara yang paling berkesan. Suasana pengajaran dan
pembelajaran yang interaktif, lebih menggalakkan komunikasi
aktif antara berbagai hal. Penggunaan komputer multimedia
dalam proses pengajaran dan pembelajaran adalah dengan
tujuan meningkatkan mutu pengajaran dan pembelajaran.
Dengan berkembangnya teknologi multimedia, unsur-unsur
video, bunyi, teks dan grafik dapat dikemas menjadi satu
melalui Pembelajaran Berbasis Komputer (PBK). Sekarang ini,
materi PBM telah banyak ditemukan dipasaran yang disediakan
dalam bentuk CVD atau DVD. Contoh-contoh yang dapat kita
temukan seperti ensiklopedia, kamus elektronik, buku cerita
elektronik, materi pembelajaran yang telah dikemas dalam
bentuk CD atau DVD dan masih banyak lagi yang dapat kita
temui. Konsep permainan dalam pembelajaran digabung untuk
menghasilkan pengalaman pembelajaran yang menyenangkan.
Model – model ini dapat digunakan dalam pembelajaran di
dalam kelas atau pembelajaran sendiri. Bisa juga digunakan
untuk pembelajaran di rumah dan di sekolah. Sesi
pembelajaran bisa disesuaikan dengan tahap penerimaan dan
pemahaman pelajar. Pencapaian dan keberhasilan pelajar akan
diuji. Jika pelajar tidak mencapai tahap yang memuaskan,
maka sesi pemulihan pula akan dilaksanakan. Rekord
pencapaian pelajar akan disimpan supaya prestasi pelajar
bisa diawasi. Konsep pembelajaran sendiri dapat dilaksanakan
bila informasi tersebut menarik dan memotivasikan pelajar
untuk terus belajar. Ini dapat dicapai jika materi atau
informasi direkabentuk dengan baik menggunakan multimedia.
Suasana pengajaran dan pembelajaran yang interaktif akan
menggalakkan komunikasi berbagai hal ( pelajar-guru,
pelajar-pelajar, pelajar-komputer ). Gabungan berbagai media
yang memanfaatkan sepenuhnya indra penglihatan dan
pendengaran mampu menarik minat belajar. Namun yang lebih
utama ialah pencapaian objektif pengajaran dan pembelajaran
dengan berkesan. Harus diingat bahawa teknologi multimedia
hanya bertindak sebagai pelengkap, tambahan atau alat bantu
kepada guru. Multimedia tidak akan mengambil alih tempat dan
tugas guru. Multimedia adalah sebagai saluran pilihan dalam
menyampaikan informasi dengan cara yang lebih berkesan.
Komputer hanya digunakan jika dipandang perlu dan
merupakan pilihan yang terbaik. Jikalau terdapat pilihan
lain yang lebih berkesan untuk menyampaikan informasi,
gunakanlah pilihan itu. Di samping itu juga guru harus
menyadari betapa pentingnya memanfaatkan teknologi terkini
untuk membiasakan generasi yang akan datang dengan cara
hidup canggih abad ke 21 nanti.
Kelebihan Penggunaan TI dan Multimedia Dalam Pendidikan
_ Sistem pembelajaran lebih inovatif dan interaktif .
Pengajar akan selalu dituntut untuk kreatif inovatif dalam
mencari terobosan pembelajaran _ Mampu mengabungkan antara
text, gambar, audio ,musik, animasi gambar atau vidio dalam
satu kesatuan yang saling mendukung guna tercapainya tujuan
pembelajaran
_ mampu menimbulkan rasa senang selama proses PBM
berlangsung. Hal ini akan menambah motivasi siswa selama
proses PBM hingga didapatkan tujuan pembelajaran yang
maksimal
_ Mampu memvisualisasikan materi yang selama ini sulit
untuk diterangkan hanya sekedar dengan penjelasan atau alat
peraga yang konvensional
_ Media penyimpanan yang relatif gampang dan fleksibel
Syarat Yang Harus Dipenuhi Dalam Multimedia Pendidikan
_ Pengoperasian yang mudah dan familer (user frendly)
_ Mudah untuk installke komputer yang akan digunakan oleh
pengguna
_ Media pembelajaran yang interaktif dan komunikatif
_ Sistem pembelajaran yang madiri. Artinya siswa dapat
belajar dengan mandiri baik disekolah maupun dirumah tanpa
harus ada bimbingan dari guru
_ Sedapat mungkin dengan biaya yang ringan dan terjangkau
Multimedia Dalam Internet
Perkhidmatan mel elektronik yang berbentuk teks dan
grafik akan ditingkatkan lagi dengan keupayaan untuk
menghantar gambar-gambar video dan bunyi melalui talian
komunikasi. Gambar-gambar video dan bunyi ini boleh dihantar
secara langsung seperti sidang video atau disimpan dalam
storan dan dimuatkan ke komputer apabila diperlukan oleh
pengguna. Konsep sidang video kini digunakan dalam program
pendidikan jarak jauh. Oleh itu, pelajar hanya perlu
menghadiri stesen tempat diadakan sidang video tersebut
tanpa perlu berdepan dengan guru atau pensyarah secara
fizikal. Ini mungkin dapat membantu masalah kekurangan guru
pakar dan tenaga profesyenal. Satu sesi bersama pensyarah
yang dijemput khas boleh diadakan dan boleh diikuti oleh
ramai pelajar dari lokasi yang berasingan. Untuk tujuan ini,
terminal atau komputer yang digunakan mesti dilengkapi
dengan kamera digital dan mikrofon untuk meningkatkan
keberkesanan komunikasi pelajar dengan tenaga pengajar.
Satu kaedah lagi ialah unsur-unsur video, bunyi, teks
dan grafik ini disimpan dalam storan. Apabila ada
permintaan, maka perisian tersebut akan dihantar melalui
saluran komunikasi ke komputer pelajar. Aplikasi ini
dipanggil pembelajaran atas permintaan. Ia membolehkan
pelajar menentukan masa dan kekerapan capaian bersesuaian
dengan keperluannya. Pelajar tidak perlu umpamanya menunggu
masa siaran yang ditetapkan seperti dalam Televisyen dan
Radio Pendidikan.
Dengan kemajuan telekomunikasi juga membolehkan satu
projek berkumpulan dilakukan dengan lebih cekap dan
produktif. Perbincangan mengenai bahan projek boleh
dilakukan melalui telefon video dan telesidang. Malahan
bahan projek boleh diteliti oleh setiap ahli projek pada
skrin komputer masing-masing dan perubahan boleh dilakukan
di skrin disaksikan oleh semua ahli. Konsep ini boleh
digunakan untuk membantu melincinkan pengurusan pendidikan.
Melalui internet, pelajar boleh mendapat pendidikan global
sebab ia adalah sebagai gedung informasi di mana informasi
interaktif dapat diperoleh dengan cepat dan mudah.




PENUTUP
Harga komputer yang semakin menurun dengan keupayaan yang
sentiasa dipertingkatkan memungkinkan komputer digunakan
secara lebih meluas terutamanya dalam bidang pendidikan.
Memiliki teknologi yang betul merupakan salah satu dari
keperluan untuk menghasilkan proses pengajaran dan
pembelajaran yang berkesan. Namun, yang lebih penting ialah
kefahaman tentang bagaimana media baru dapat digunakan
secara efektif untuk memberikan idea-idea baru bagi
mempersembahkan bahan-bahan pembelajaran yang membolehkan
pelajar dimotivasikan untuk menjelajah isi pelajaran yang
seterusnya memperkayakan proses pembelajaran. Teknologi
informasi bersifat dinamik dan sentiasa berkembang dengan
pesatnya. Multimedia juga adalah satu contoh teknologi yang
sedang melalui era perkembangan. Memang tidak dapat
dinafikan mempunyai potensi yang besar dalam sistem
pendidikan ketika ini. Menerima kehadiran teknologi
multimedia ini tidaklah mencukupi tanpa mempraktikkannya.
Oleh itu, untuk sama-sama memanfaatkannya, kita perlu
sentiasa mengikuti berbagai latihan dan kursus yang
berkaitan untuk menambahkan pengetahuan dan kemahiran
seiring dengan perkembangan tersebut.
Dengan menggunakan komputer multimedia asas, guru boleh
menggunakan perisian aplikasi berbentuk multimedia dalam
bilik darjah. Guru perlu mempunyai kemahiran untuk menilai,
memilih, mengolah dan melaksanakan aktiviti yang berkaitkan
dengan multimedia dengan berkesan. Perancangan teliti adalah
perlu kerana sebenarnya kelebihan multimedia bukan terletak
semata-mata kepada teknologinya, tetapi sebenarnya adalah
kepada kreativiti dan usaha guru itu sendiri. Walau
bagaimanapun, kerjasama dan sokongan semua pihak adalah
merupakan penentu kepada sebarang implementasi projek
komputer. Guru perlu memperlengkapkan diri dengan sentiasa
mengikuti perkembangan semasa teknologi informasi.
Oleh : SISWO SAROSO, SPd

FUNGI DAN KEDUDUKAN AL-QUR’AN

Alquran adalah firman Allah. Muncul dari zat-Nya dalam bentuk perkataan yang tidak dapat digambarkan. Diturunkan kepada Rasul-Nya dalam bentuk wahyu. Orang-orang mukmin mengimaninya dengan keimanan yang sebenar-benarnya. Mereka beriman tanpa keraguan, bahwa Alquran adalah firman Allah dengan sebenarnya. Bukan ciptaan-Nya, seperti layaknya perkataan makhluk, barang siapa mendengarnya dan menganggap sebagai perkataan manusia, maka ia telah kafir.
Tujuan pokok diturunkannya Alquran adalah berfungsi sebagai petunjuk bagi manusia dan sebagai pembeda antara yang hak dan yang batil.
Dunia secara keseluruhan belum pernah memperoleh sebuah kitab seperti Al Quran yang mulia ini, yang mencakup segala kebaikan, dan memberi petunjuk kepada jalan yang paling lurus, serta mencakup semua hal yang akan membahagiakan manusia. Allah berfirman: "Sesungguhnya Alquran ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus dan memberi kabar gembira kepada orang-orang Mukmin yang mengerjakan amal saleh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar". (Al-Israa': 9).
Alquran ini diturunkan kepada Rasul-Nya, Muhammad saw. untuk menyelamatkan manusia dari kegelapan, menuju cahaya. Allah berfirman: "(Ini adalah) Kitab yang Kami turunkan kepadamu supaya kamu mengeluarkan manusia dari gelap gulita kepada cahaya terang benderang dengan izin Tuhan mereka, (yaitu) menuju jalan Tuhan Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji". (Ibrahim: 1).
A. Fungi Al-Qur’an
1. Pengganti kedudukan kitab suci sebelumnya yang pernah diturunkan Allah SWT
2. Tuntunan serta hukum untuk menempuh kehidupan
3. Menjelaskan masalah-masalah yang pernah diperselisihkan oleh umat terdahulu
4. Sebagai Obat
5. Petunjuk pada jalan yang lurus


B. Kedudukan Al-Qur’an

1. Kitabul Naba wal Akhbar (Kitab berita dan kabar)
Dalam Al Qur’an terdapat kabar berita tentang masa depan yaitu Yaumul Akhir, dan juga cerita-cerita masa lampau, seperti cerita nabi-nabi dan orang-orang sholeh dan juga kaum yang ingkar. Kita banyak mendapati di dalamnya tentang hal-hal yang ghoib, persoalan maut, kiamat dan kedasyatannya dan lain-lain. Berita-berita tentang masa lalu dapat digunakan sebagai ibrah, sedangkan berita tentang masa depan merupakan peringatan dan mendorong untuk lebih giat dalam upaya mendekatkan diri kepada Allah SWT.

2. Kitabul Hukmi wa Syariat (Kitab hukum syariat)
Al Qur’an juga berisi hukum-hukum syariat yang harus dijalankan untuk mewujudkan kemashalatan hidup manusia di dunia dan akhirat. Al Qur’an menerangkan hukum ke dalam empat sistem, yaitu ; bersikap tegas dan tidak memungkinkan adanya ijtihad, seperti sholat, zakat, puasa dan zina. Diantara keistimewaan syariat yang disebutkan di dalam Al Qur’an, bahwa ia merupakan syariat yang mudah dan sederhana, melepaskan dari belenggu dan beban seperti yang terjadi pada umat-umat sebelumnya.

3. Kitabul Jihad (Kitab Jihad)
Al Qur’an menekankan beberapa persoalan penting dan salah satunya adalah masalah jihad. Al Qur’an menyeru umat muslim agar berjihad seperti menghindar dari melampaui batas, batas-batas jihad, kemulian bagi mujahidin, kecaman terhadap mereka yang tertinggal dari medan jihad, lari dari jihad, sistem jihad dan aturannya, sholat dan peperangan, peperangan dalam bulan haram, bai’ah, tawanan dan sebagainya.

4. Kitabul Tarbiyah (Kitab Tarbiyah)
Al Qur’an mendidik jiwa-jiwa manusia menjadi jiwa-jiwa yang mempunyai kemuliaan diri, mandiri, bebas dari penghambaan sesame makhluk, bermasyarakat, beradab dan tahu nilai-nilai murni sebagai manusia yang berperan sebagai khairu ummah.

5. Minhajul Hayah (Pedoman Hidup)
Allah memerintahkan agar manusia menerima Al Qur’an dengan tidak ragu-ragu, dan meyakini kebenarannya, sebagai petunjuk dan pedoman hidup.
“Dan Sesungguhnya Kami telah berikan kepada Musa Al-Kitab (Taurat), maka janganlah kamu (Muhammad) ragu menerima (Al-Quran itu) dan Kami jadikan Al-Kitab (Taurat) itu petunjuk bagi Bani Israil. (QS As-Sajdah : 23).
Al Qur’an merupakan petunjuk, cahaya, tuntunan hidup manusia, yang akan menghantarkan setiap manusia dari kegelapan menuju terang, dari jahil menuju cahaya iman.

6. I’jaz Ilmi
Menurut Al Ghazali Ilmu-dalam artian akademis-bukanlah objek Al-Qur’an. Tetapi yang menjadi objek Al-Qur’an adalah manusia. Manusia merupakan objek formal dan ilmu merupakan objek material. Al Qur’an merupakan I’jaz ilmi karena ia menempatkan manusia ditengah etos ilmu dan membuka pintu-pintunya untuk mengkaji ilmu pengetahuan.
Al Qur’an merupakan kitab yang berisikan petunjuk bagi manusia dengan banyak bukti yang diungkapkannya. Al-Qur’an tentang alam dan manusia sejalan dengan ilmu, sebab objek ilmu adalah alam dan manusia. Maka adanya keparalelan objek tersebut sejalan antara Al Qur’an dengan ilmu.

Daftar Pustaka

• Masyur,kahar. Pokok-pokok Ulumul Qur’an. 1992.Jakarta:Rineka Cipta
• http://materitarbiyah.wordpress.com.2009. Diunduh tanggal 6 sept 2009
• http://najmasyira.blogspot.com.2009. “Mengenal al-Qur’an (ma’rifatul quran)” diunduh tanggal 6 sept 2009

USHUL FIQH

Ushul fiqh sebagai sebuah bidang keilmuan lahir terlebih kemudian dibandingkan ushul fiqh sebagai sebuah metode memecahkan hukum. Kalau ada yang bertanya: “Dahulu mana ushul fiqh dan fiqh?” tentu tidak mudah menjawabnya. Pertanyaan demikian sama dengan pertanyaan mengenai mana yang lebih dahulu: ayam atau telor.
Musthafa Said al-Khin memberikan argumentasi bahwa ushul fiqh ada sebelum fiqh. Alasanya adalah bahwa ushul fiqh merupakan pondasi, sedangkan fiqh bangun yang didirikan di atas pondasi. Karena itulah sudah barang tentu ushul fiqh ada mendahului fiqh. Kesimpulannya, tentu harus ada ushul fiqh sebelum adanya fiqh.
Jawaban demikian benar apabila ushul fiqh dilihat sebagai metode pengambilan hukum secara umum, bukan sebuah bidang ilmu yang khas. Ketika seorang sahabat, misalnya, dihadapkan terhadap persoalan hukum, lalu ia mencari ayat Alquran atau mencari jawaban dari Rasulullah, maka hal itu bisa dipandang sebagai metode memecahkan hukum. Ia sudah punya gagasan bahwa untuk memecahkan hukum harus dicari dari Alquran atau bertanya kepada Rasulullah. Akan tetapi, cara pemecahan demikian belum bisa dikatakan sebagai sebuah bidang ilmu. Pemecahan demikian adalah prototipe (bentuk dasar) ushul fiqh, yang masih perlu pengembangan lebih lanjut untuk disebut sebagai ilmu ushul fiqh.
Dalam bab ini kita akan dibahas sejarah pertumbuhan dan perkembangan ushul fiqh, objek kajian ushul fiqh, sistematika ilmu ushul fiqh, kegunaan mempelajari ilmu ushul fiqh, dan aliran-aliran dalam ushul fiqh.
۩ Sejarah dan Perkembangan Ushul Fiqh
₪ Ushul Fiqh Masa Rasulullah
Di zaman Rasulullah saw, sumber hukum Islam hanya dua, yaitu al-Qur’an dan Sunnah. Dalam menetapkan hukum dari berbagai kasus yang tidak ada ketentuannya dalam al-Qur’an, para ulama ushul fiqh menyimpulkan bahwa ada isyarat, Rasulullah saw menetapkannya melalui ijtihad. Hasil ijtihad Rasulullah saw ini secara otomatis menjadi Sunnah sebagai sumber hukum dan dalil bagi umat Islam.
Contoh ijtihad yang dilakukan oleh sahabat adalah ketika dua orang sahabat bepergian, kemudian tibalah waktu shalat. Mereka tidak punya air untuk wudlu. Keduanya lalu bertayammum dengan debu yang suci dan melaksanakan shalat. Kemudian mereka menemukan air pada waktu shalat belum habis. Salah satu mengulang shalat sedangkan yang lain tidak. Keduanya lalu mendatangi Rasulullah dan menceritakan kejadian tersebut. Kepada yang tidak mengulang Rasulullah bersabda: “Engkau telah memenuhi sunnah dan shalatmu mencukupi.” Kepada orang yang berwudlu dan mengulang shalatnya, Rasulullah menyatakan: “Bagimu dua pahala.”
Tidak hanya prototipe ijtihad, prototipe qiyas pun sudah ada pada masa Rasulullah. Misalnya, beliau menggunakan qiyas ketika menjawab pertanyaan para sahabat ‘Umar ibn al-Khaththab tentang batal-tidaknya puasa seseorang yang mencium istrinya. Rasulullah saw ketika itu bersabda:
ﺃﺮﺃﻴتﻠﻮﮄﻣﻀﻣﻀتﻮﺃنت صاﺃﻢﻗﻠت:ﻻﺒﺃﺲﺑﮫ.ﻗال:ﻓﺻﻣﮫ (ﺮﯠاﮦاﻠﺒﺨاﺮﻱوﻤﺴﻠﻢوﺃﺒوداود)
“Apabila kamu berkumur-kumur dalam keadaan puasa, apakah puasamu batal?” ‘Umar menjawab, ‘Tidak apa-apa’ (tidak batal). Rasulullah saw kemudian bersabda, “Maka teruskan puasamu.” (H.R. al-Bukhari, Muslim, dan Abu Daud)
Rasulullah saw dalam hadist ini, menurut para ulama ushul fiqh, mengqiyas-kan hukum mencium istri dalam keadaan berpuasa dengan hukum berkumur-kumur tidak membatalkan puasa, maka mencium istripun tidak membatalkan puasa. Kasus tersebut menjadi bentuk dasar qiyas, yang dikemudian hari disusun prosedurnya secara baku oleh Imam Syafi’i.
₪ Ushul Fiqh Masa Sahabat
Masa sahabat sebenarnya adalah masa transisi dari masa hidup dan adanya bimbingan Rasulullah kepada masa Rasulullah tidak lagi mendampingi umat Islam. Ketika Rasulullah masih hidup sahabat menggunakan tiga sumber penting dalam pemecahan hukum, yaitu Alquran, sunnah, dan ra’yu (nalar).
Meninggalnya Rasulullah memunculkan tantangan bagi para sahabat. Munculnya kasus-kasus baru menuntut sahabat untuk memecahkan hukum dengan kemampuan mereka atau dengan fasilitas khalifah. Sebagian sahabat sudah dikenal memiliki kelebihan di bidang hukum, di antaranya Ali bin Abi Thalib, Umar bin Khattab, Abdullah Ibnu Mas’ud, Abdullah Ibn Abbas, dan Abdullah bin Umar.
Pada era sahabat ini digunakan beberapa cara baru untuk pemecahan hukum, di antaranya ijma sahabat dan maslahat. Pertama, khalifah (khulafa’ rasyidun) biasa melakukan musyawarah. Musyawarah tersebut diikuti oleh para sahabat yang ahli dalam bidang hukum.
Kedua, sahabat mempergunakan pertimbangan akal (ra’yu), yang berupa qiyas dan maslahah. Penggunaan ra’yu (nalar) untuk mencari pemecahan hukum dengan qiyas dilakukan untuk menjawab kasus-kasus baru yang belum muncul pada masa Rasulullah. Qiyas dilakukan dengan mencarikan kasus-kasus baru contoh pemecahan hukum yang sama dan kemudian hukumnya disamakan.
Umar bin Khattab dikenal sebagai sahabat yang banyak memperkenalkan penggunaan pertimbangan maslahah dalam pemecahan hukum. Hasil penggunaan pertimbangan maslahat tersebut dapat dilihat dalam pengumpulan Alquran dalam satu mushaf, pengucapan talak tiga kali dalam satu majelis dipandang sebagai talak tiga, tidak memberlakukan hukuman potong tangan diwaktu paceklik, penggunaan pajak tanah (kharaj), pemberhentian jatah zakat bagi muallaf, dan sebagainya.
Secara umum, sebagaimana pada masa Rasulullah, ushul fiqh pada era sahabat masih belum menjadi bahan kajian ilmiah. Pembahasan hukum yang dilakuakn sahabat masih terbatas kepada pemberian fatwa atas pertanyaan atau permasalahan yang muncul, belum sampai kepada perluasan kajian hukum Islam kepada masalah metodologi.
₪ Ushul Fiqh Masa Tabi’in
Tabi’in adalah generasi setelah sahabat. Mereka bertemu dengan sahabat dan belajar kepada sahabat. Patut dicatat bahwa para sahabat ketika Islam menyebar turut pula menyebar ke berbagai daerah, seperti Ibnu Mas’ud ada di Iraq, Umayyah ada di Syam, Ibnu Abbas di Makkah, Umar bin Khattab, Aisyah, dan Ibnu Umar, dan Abu Hurairah di Madinah, dan Abdullah bin Amru bin Ash di Mesir. Para sahabat tersebut berperan dalam penyebaran ajaran Islam dan menjadi tempat masyarakat masing-masing daerah meminta fatwa. Mereka pun memiliki murid-murid di daerah-daerah tersebut. Murid-murid sahabat itulah yang kemudian menjadi tokoh hukum di daerahnya masing-masing.
Kecenderungan berpikir sahabat turut mempengaruhi pola pemikiran ushul fiqh di masing-masing daerah. Ibnu Mas’ud, misalnya, dikenal sebagai tokoh yang memiliki kemampuan ra’yu yang baik. Tidak mengherankan apabila murid-muridnya di Iraq (Kufah) juga dikenal dengan ahl al-ra’yi, meskipun ada faktor lain yang tentunya berpengaruh. Karena itulah, metode istimbath tabi’in umumnya tidak berbeda dengan metode istimbath sahabat. Hanya saja pada masa tabi’in ini mulai muncul dua fenomena penting:
1. Pemalsuan hadits
2. Perdebatan mengenai penggunaan ra’yu yang memunculkan kelompok Iraq (ahl al-ra’yi) dan kelompok Madinah (ahl al-hadits)
Dengan demikian muncul bibit-bibit perbedaan metodologis yang lebih jelas yang sertai dengan perbedaan kelompok ahli hukum (fukaha) berdasarkan wilayah geografis. Dua hal tersebut, ditambah munculnya para ahli hukum non-Arab, melahirkan wacana pemikiran hukum yang nantinya melahirkan madzhab-madzhab hukum Islam. Masing-masing madzhab hukum memiliki beberapa aspek metode yang khas, yang membedakannya dengan madzhab yang lain.
₪ Ushul Fiqh Masa Imam Madzhab
Pada masa imam madzhab inilah pemikiran hukum Islam mengalami dinamika yang sangat kaya dan disertai dengan perumusan ushul fiqh secara metodologis. Artinya, ada kesadaran mengenai cara pemecahan hukum tertentu sebagai metode khas. Berbagai perdebatan mengenai sumber hukum dan kaidah hukum melahirkan berbagai ragam konsep ushul fiqh.
۩ Objek Kajian Ilmu Ushul Fiqh
1. Mengkaji sumber hukum Islam atau dalil-dalil yang digunakan dalam menggali hukum syarak, baik yang disepakati (seperti kehujahan Al-Qur'an dan sunah Nabi SAW), maupun yang diperselisihkan (seperti kehujahan istihsan al-maslahah al-mursalah [kemaslahatan yang tidak ada ketentuannya dalam syarak]).
2. mencarikan jalan keluar dari dalil-dalil yang secara lahir dianggap bertentangan, baik melalui al-jam'wa at-taufiq (pengompromian dalil), tarjih al-adillah, nasakh, atau tasaqut ad-dalilain (pengguguran kedua dalil yang bertentangan). Misalnya, pertentangan ayat dengan ayat, ayat dengan hadis, atau hadis dengan pendapat akal.
3. Pembahasan ijtihad, syarat-syarat, dan sifat-sifat orang yang melakukannya (mujtahid), baik yang menyangkut syarat-syarat umum maupun syarat-syarat khusus keilmuan yang harus dimiliki mujtahid.
4. Pembahasan tentang hukum syar'I (nas dan ijmak), yang meliputi syarat dan macam-macamnya, baik yang bersifat tuntutan untuk berbuat, meninggalkan suatu perbuatan, memilih untuk melakukan suatu perbuatan atau tidak, maupun yang berkaitan dengan sebab, syarat, mani', sah, fasid, serta azimah dan rukhsah. Dalam pembahasan hukum ini juga dibahas tentang pembuat hukum (al-mahkum alaih), ketetapan hukum dan syarat-syaratnya, serta perbuatan-perbuatan yang dikenai hukum.
5. Pembahasan tentang kaidah-kaidah yang digunakan dan cara menggunakannya dalam meng-istinbat-kan hukum dari dalil-dalilnya, baik melalui kaidah bahasa maupun melalui pemahaman terhadap tujuan yang akan dicapai oleh suatu nas (ayat atau hadis).

۩ Sistematika Ilmu Ushul Fiqh

Sistematika ilmu ushul fiqh dibagi menjadi 4 macam yaitu dalil, hukum, kaidah kebahasaan dan kaidah legislasi.
1. Pembahasan tentang dalil
Pembahasan tentang dalil dalam ilmu ushul fiqh adalah secara global. Di sini dibahas tentang macam-macamnya, rukun atau syarat masing-masing dari macam dalil itu, kekuatan dan tingkatan-tingkatannya. Jadi di dalam ilmu ushul fiqh tidak dibahas satu persatu dalil bagi setiap perbuatan. Dalam prakteknya, ilmu ushul fiqh ini mempelajari tentang dalil-dalil yang disepakati dan dalil-dalil yang tidak disepakati dan juga membahas kaidah-kaidah ushuliyah.
2. Pembahasan tentang hukum
Pembahasan tentang hukum dalam ilmu ushul fiqh adalah secara umum, tidak dibahas secara terperinci hukum bagi setiap perbuatan. Pembahasan tentang hukum ini, meliputi pembahasan tentang macam-macam hukum seperti hukum takhlifi, wadh’I dan takhyiri, yang menetapkan hukum(al-Hakim), orang yang dibebani hukum (al-Mahkum ‘alaih) dan syarat-syaratnya, ketetapan hukum (al-Mahkum bih) dan macam-macamnya dan perbuatan-perbuatan yang ditetapi hukum (al-Mahkum fih) serta syarat-syaratnya.
3. Pembahasan tentang kaidah
Pembahasan tentang kaidah yang digunakan sebagai jalan untuk memperoleh hokum dari dalil-dalillnya antara lain mengenaimacam-macamnya, kehujjahannya dan hokum-hukum dalam mengamalkannya.
4. Pembahasan tentang ijtihad
Dalam pembahasan ini, dibicarakan tentang macam-macamnya, syarat-syarat bagi orang yang boleh melakukan ijtihad, tingkatan-tingkatan orang dilihat dari kaca mata ijtihad dan hokum melakukan ijtihad.
۩ Tujuan dan Kegunaan Mempelajari Ilmu Ushul Fiqh
Secara sistematis, para ulama ushul fiqh mengemukakan kegunaan ilmu ushul fiqh, yaitu antara lain untuk:
1. mengetahiu kaidah-kaidah dan cara-cara yang digunakan mujtahid dalam memperoleh hokum melalui metode ijtihad yang mereka susun.
2. Memberikan gambaran mengenai syarat-syarat seorang mujtahid, sehingga dengan tepat ia dapat menggali hukum-hukum syara’ dari nash.
3. Menentukan hukum dari berbagai metode yang dikembangkan mujtahid, sehingga berbagai persoalan baru yang belum ada dalam nash dan beum ada ketetapan hukumnya di kalangan ulama terdahulu dapat ditentukan hukumnya.
4. Memelihara agama dari penyalahgunaan dalil yang mungkin terjadi.
5. Menyusun kaidah-kaidah umum yang dapat diterapkan guna menetapkan hukum dari berbagai persoalan social yang terus berkembang.
6. Mengetahui kekuatan dan kelemahan suatu pendapat sejalan dengan dalil yang digunakan dalam berijtihad, sehingga para peminat hukum Islam dapat melakukan tarjih(penguatan) salah satu dalil atau pendapat tersebut dengan mengemukakan alasannya.
۩ Airan-aliran Ushul Fiqh
Dalam sejarah perkembangan fiqh dikenal dua aliran ushul fiqh yang berbeda. Perbedaan ini muncul akibat perbedaan dalam membangun teori ushul fiqh masing-masing yang digunakan dalam menggali hukum Islam. Aliran-aliran terrsebut adalah:
1. Aliran Syafi’iyyah dan Jumhur Mutakallimin (ahli kalam)
Aliran ini membangun ushul fiqh mereka secara teoritis, tanpa terpengaruh oleh masalah-masalah furu’ (masalah keagamaan yang tidak pokok). Dalam membangun teori, aliran ini menetapkan kaidah-kaidah dengan alasan yang kuat, baik dari naqli (al-Quran atau Sunnah) maupun dari aqli (akal pikiran). Setiap permasalahan yang diterima akal dan didukung oleh dalil naqli, dapat dijadikan kaidah, baik kaidah itu sejalan dengan furu’ mazhab maupun tidak, sejalan dengan kaidah yang telah ditetapkan imam mazhab atau tidak. Aliran ini diikuti oleh para ulama dari golongan Mu'tazilah, Malikiyah, dan Syafi'iyah.
2. Aliran Fuqaha’
Aliran ini dianut oleh ulama-ulama mazhab Hanafi. Dinamakan aliran fuqaha’ karena dalam membangun teori ushul fiqhnya banyak dipengaruhi oleh masalah fufu’ dalam mazhab mereka. Artinya, mereka tidak membangun suatu teori kecuali setel;ah melakukan analisisterhadap masalah-masalah furu’yang ada dalam mazhab mereka. Dalam menetapkan teori tersebut, apabila suatu kaidah bertentangan dengan furu’, maka kaidah tersebut diubah dan disesuaikan dengan hukum furu’ tersebut.
KESIMPULAN
1. Dalam sejarah pertumbuhan dan perkembangan ushul fiqh terdapat beberapa masa yaitu pada masa Rasulullah saw, masa sahabat, masa Tabi’in, dan masa Imam Madzhab.
2. Obyek kajian ushul fiqh adalah pembahasan dalil-dalil yang dipergunakan dalam menggali dalil-dalil syarak.
3. Para ulama ushul fiqh menyimpulkan bahwa tujuan utama ushul fiqh adalah mengetahui dalil-dalil syara’, yang menyangkut persoalan ‘aqidah, ibadah, mu’amalah, ‘uqubah dan akhlak. Para ulama ushul fiqh menyatakan bahwa ushul fiqh bukan merupakan “tujuan”, melainkan sebagai “sarana” untuk mengetahui hokum-hukum Allah pada setiap kasus sehingga dapat dipedomani dan diamalkan sebaik-baiknya.
4. Dalam sejarah perkembangan fiqh dikenal dua aliran ushul fiqh yang berbeda. Perbedaan ini muncul akibat perbedaan dalam membangun teori ushul fiqh masing-masing yang digunakan dalam menggali hukum Islam.
DAFTAR PUSTAKA
Haroen, Nasrun. 1997. Ushul Fiqh 1. Jakarta: Logos Wacana Ilmu
Muchtar, Kamal,dkk.1995.Ushul Fiqh Jilid 1. Yogyakarta: PT Dana Bhakti Wakaf
Syarifuddin, Amir. 1997. Ushul Fiiqh. Jakarta: Logos Wacana Ilmu

CIVIL SOCIETY

Masyarakat madani merupakan sebuah tatanan kehidupan masyarakat yang demokratis, pluralistis,transparan dan partisipatif dimana peran infra dan supra struktur berada dalam keseimbangan yang dinamis.
Berbagai perubahan –perubahan sosial-politik yang cukup signifikan terjadi oleh sementara orang dipandang sebagai pendorong proses demokratisasi dan perkembangan masyarakat madani namun, sebagian pendapat mengatakan prospek masyarakat madani dalam tahun-tahun mendatang kelihatannya belum serba pasti . Ada perkembangan tertentu yang menggembirakan kondusif , dan mendukung bagi pencipta masyarakat madani, tetapi pada saat yang sama ada juga perkembangan dan indikasi tertentu (social confliet) yang kurang menggembirakan yang pada gilirannya dapat menjadi Constraints bagi perkembangan masyarakat madani .
Bahkan sebagai pengamat melihat terjadi pergeseran nilai-nilai sosial politik dalam tatanan masyarakat sebagai siklus perubahan di mana kita tengah berada pada titik memulai kembali pembentukan masyarakat madani dengan menyatukan kembali perbedaan-perbedaan menjadi sebuah pengakuan atas pruralitas yang stabil dan dinamis, yang didalamnya masyarakat madani yang memiliki ruang untuk bernapas dengan komitmen kemanusiaan dan keadilan.
 Pengertian Masyarakat Madani
Mayarakat madani (civil society) dapat diartikan sebagai suatu masyarakat yang beradab dalam membangun, menjalani, dan mamaknai kehidupannya.
Menurut para ahli :
1. Zbigniew Rew, masyarakat madani merupakan suatu yang berkembang dari sejarah, yang mengandalkan ruang dimana individu dan perkumpulan tempat mereka bergabung bersaing satu sama lain guna mencapai nilai-nilai yang mereka yakini.
2. Han-Sung, masyarakat madani merupakan sebuah kerangka hukum yang melindungi dan menjamin hak-hak dasar individu.
3. Kim Sun Hyuk, masyarakat madani adalah suatu satuan yang terdiri dari kelompok-kelompok yang secara mandiri menghimpun dirinya dan gerakan-gerakan dalam msyarakat yang secara relative.
4. Thomas Paine, masyrakat madani adalah ruang dimana warga dapat mengembangkan kepribadian dan memberi peluang bagi pemuasan kepentingannya secara bebas dan tanpa paksaan
5. Hegel, masyarakat madani merupakan kelompok subordinatif dari Negara,
Secara global bahwa dapat disimpulkan yang dimaksud dengan masyarakat madani adalah sebuah kelompok atau tatanan masyarakat yang berdiri secara mandiri dihadapan penguasa dan Negara, yang memiliki ruang publik dalam mengemukakan pendapat, adanya lembaga-lembaga yang mandiri yang dapat mengeluarkan aspirasi dan kepentingan publik.
۩ Sejarah Masyarakat Madani
Pada masa Aristoteles (384-322 SM) civil society dipahami sebagai sistem kenegaraan dengan menggunakan istilah koinonia politike. Istilah ini digunakan untuk menggambarkan sebuah masyarakat politis dan etis dimana warga negara di dalamnya berkedudukan sama di depan hukum.
Konsepsi Aristoteles ini diikuti oleh Marcus Tullius Cicero (106-43 SM) dengan istilah societies civilies,yaitu sebuah komunitas yang mendominasi komunitas yang lain. Konsepsi civil society yang aksentuasinya pada sistem kenegaraan ini dikembangkan pula oleh Thomas Hobbes dan Jhone Locke. Menurut Hobbes, civil society harus memiliki kekuasan mutlak, agar mampu sepenuhnya mengontrol dan mengawasi secara ketat pola-pola interaksi (perilaku politik) setiap warga negara. Sementara menurut Jhone Locke, kehadiran civil society dimaksudkan untuk melindungi kebebasan dan hak milik setiap warga negara.
Pada tahun 1767, wacana civil society ini dikembangkan oleh Adam Ferguson dengan mengambil konteks sosio-kultural dan politik Scotlandia. Kemudian tahun 1792, muncul wacana civil society yang memiliki aksentuasi yang berbeda dengan sebelumnya. Konsep ini dimunculkan oleh Thomas Paine (1737-1803) yang menggunakan istilah civil society sebagai kelompok masyarakat yang memiliki posisi secara diametral dengan negara, bahkan dianggapnya sebagai antitesis dari negara.
Perkembangan civil society selanjutnya dikembangkan oleh G.W.F Hegel ( 1770-1831 M) dan Antonio Gramsci (1891-1837 M). Menurut Hegel civil society merupakan kelompok subordinatif dari negara. Selain itu mengatakan bahwa struktur sosial terbagi atas 3 entitas, yakni keluarga,civil society, dan negara. Keluarga merupakan ruang sosialisasi pribadi sebagai anggota masyarakat yang bercirikan keharmonisan. Civil society merupakan lokasi atau tempat berlangsungnya percaturan berbagai kepentingan pribadi dan golongan terutama kepentingan ekonomi. Sementara negara merupakan representasi ide universal yang bertugas melindungi kepentingan politik warganya dan berhak penuh untuk intervensi terhadap civil society.
Sedangkan Karl Mark memahami civil society sebagai masyarakat borjuis dalam konteks hubungan produksi kapitalis,keberadaannya merupakan kendala bagi pembebasan manusia dari penindasan.
Periode berikutnya, dikembangkan oleh Alexis de’Tocqueville (1805-1859M) yang berdasarkan pada pengalaman demokrasi Amerika, dengan mengembangkan teori civil society sebagai entitas penyeimbang kekuatan negara.
Dari berbagai model pengembangan civil society di atas, model Gramsci dan Tocquevillelah yang menjadi inspirasi gerakan pro-demokrasi di Eropa Timur dan Tengah pada sekitar akhir dasawarsa 80-an.
۩ Ciri-ciri Mayarakat Madani
Karakteristik 1
1. Free public sphere (ruang publik yang bebas), yaitu masyarakat memiliki akses penuh terhadap setiap kegiatan publik, yaitu berhak dalam menyampaikan pendapat, berserikat, berkumpul, serta mempublikasikan informasikan kepada publik.
2. Demokratisasi, yaitu proses dimana para anggotanya menyadari akan hak-hak dan kewajibannya dalam menyuarakan pendapat dan mewujudkan kepentingan-kepentingannya.
3. Toleransi, yaitu sikap saling menghargai dan menghormati pendapat serta aktivitas yang dilakukan oleh orang/kelompok lain.
4. Pluralisme, yaitu sikap mengakui dan menerima kenyataan mayarakat yang majemuk disertai dengan sikap tulus,
5. Keadilan sosial (social justice), yaitu keseimbangan dan pembagian antara hak dan kewajiban, serta tanggung jawab individu terhadap lingkungannya.
6. Partisipasi sosial, yaitu partisipasi masyarakat yang benar-benar bersih dari rekayasa, intimidasi, ataupun intervensi penguasa/pihak lain.
7. Supremasi hukum, yaitu upaya untuk memberikan jaminan terciptanya keadilan
8. Sebagai pengembangan masyarakat melalui upaya peningkatan pendapatan dan pendidikan.
9. Sebagai advokasi bagi masyarakat yang teraniaya dan tidak berdaya membela hak-hak dan kepentingan.
10. Menjadi kelompok kepentingan atau kelompok penekan.
Karakteristik 2
1. Terintegrasinya individu-individu dan kelompok-kelompok ekslusif kedalam masyarakat melalui kontrak sosial dan aliansi sosial.
2. Menyebarnya kekuasaan sehingga kepentingan-kepentingan yang mendominasi dalam masyarakat dapat dikurangi oleh kekuatan-kekuatan alternatif.
3. Dilengkapinya program-program pembangunan yang didominasi oleh negara dengan program-program pembangunan yang berbasis masyarakat.
4. Terjembataninya kepentingan-kepentingan individu dan negara karena keanggotaan organisasi-organisasi volunter mampu memberikan masukan-masukan terhadap keputusan-keputusan pemerintah.
5. Tumbuh kembangnya kreatifitas yang pada mulanya terhambat oleh rejim-rejim totaliter.
6. Meluasnya kesetiaan (loyalty) dan kepercayaan (trust) sehingga individu- individu mengakui keterkaitannya dengan orang lain dan tidak mementingkan diri sendiri.
7. Adanya pembebasan masyarakat melalui kegiatan lembaga-lembaga sosial dengan berbagai ragam perspektif.
۩ Pilar-pilar Penegak Civil Society
Pilar penegak civil society adalah institusi-institusi yang menjadi bagian dari social control yang berfungsi mengkritisi kebijakan-kebijakan penguasa yang diskriminatif serta mampu memperjuangkan aspirasi masyarakat yang tertindas. Pilar-pilar tersebut antara lain adalah lembaga swadana masyarakat (LSM), persivil society,supermasi hokum, perguruan tinggi dan partai politik.
Lembaga swadana masyarakat adalah institusi social yang dibentuk oleh swadaya masyarakat yang tugas esensinya adalah membantu dan memperjuangkan aspirasi kepentingan masyarakat yang tertindas.
Pers merupakan institusi yang penting dalam penegakan civil society, karena memungkinkannya dapat mengkritisi dan menjadi bagian dari social control yang dapat menganalisa serta mempublikasikan berbagai kebijakantah pemerintah yang berkenaan dengan warga negaranya.
Supremasi hokum; Setiap warga negara, baik yang duduk dalam formasi pemerintaha maupun sebagai rakyat, harus tunduk kepada aturan hokum.
Perguruan tinggi yakni tempat dimana civitas akademikanya (dosen dan mahasiswa) merupakan bagian dari kekuatan social dan civil society yang bergerak pada jalur moral vorce untuk menyalurkan aspirasi masyarakat dan mengkritisi berbagai kebijakan-kebijakan pemerintah.
Partai politik; merupakan wahana bagi warga Negara untuk menyalurkan aspirasi politiknya. Sekalipun memiliki tendensi politis dan rawan akan hegemoni negara, tetapi bagaimanapun sebagai sebuah tempat ekspresi politik warga Negara, maka partai politik ini mennjadi prasyarat bagi tegaknya civil society.
۩ Ciri-ciri Mayarakat Madani
Karakteristik 1
11. Free public sphere (ruang publik yang bebas), yaitu masyarakat memiliki akses penuh terhadap setiap kegiatan publik, yaitu berhak dalam menyampaikan pendapat, berserikat, berkumpul, serta mempublikasikan informasikan kepada public. Adanya ruang public yang bebas itu sebagai sarana dalam mengemukakan pendapat. pada ruang publik yang bebaslah individu dalam posisinya yang setara mampu melakukan transaksi-transaksi wacana dan praksis politik tanpa mengalami distorsi dan kekhawatiran. aksentuasi prasyarat ini dikemukakan oleh Arendt dan Habermas. lebih lanjut dikatakan bahwa ruang publik secara teoritis bisa diartikan sebagai wilayah dimana masyarakat sebagai warga negara memiliki akses terhadap setiap kegiatan publik. Sebagai sebuah prasyarat, maka untuk mengembangkan dan mewujudkam masyarakat madani dalam sebuah tatanan masyarakat maka free public sphere menjadi salah satu bagian yang harus diperhatikan. karena dengan menafikan adanya ruang publik yang bebas dalam tatanan masyarakat madani, maka akan memungkinkan terjadinya pembungkaman kebebasan warga negara dalam meyalurkan aspirasinya yang berkenaan dengan kepentingan umum oleh penguasa yang tiranik dan otoriter.
12. Demokratisasi, yaitu proses dimana para anggotanya menyadari akan hak-hak dan kewajibannya dalam menyuarakan pendapat dan mewujudkan kepentingan-kepentingannya.Dan proses untuk menerapkan prinsip-prinsip demokrasi sehingga muwujudkan masyarakat yang demokratis. Untuk menumbuhkan demokratisasi dibutuhkan kesiapan anggota masyarakat berupa kesadaran pribadi, kesetaraan, dan kemandirian serta kemampuan untuk berperilaku demokratis kepada orang lain dan menerima perlakuan demokratis dari orang lain. Demokratisasi dapat terwujud melalui penegakkan pilar-pilar demokrasi yang meliputi :
 Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)
 Pers yang bebas
 Supremasi hokum
 Perguruan Tinggi
 Partai politik

13. Toleransi, yaitu merupakan sikap yang dikembangkan dalam masyarakat madani untuk menunjukan sikap saling menghargai dan menghormati aktifitas yang dilakukan oleh orang lain. Toleransi meburut Nurcholis Madjid merupakan persoalan ajaran dan kewajiban melaksanakan ajaran. Azyumardi Azra pun menyebutkan bahwa masyarakat madani itu lebih dari sekedar gerakan-gerakan pro Demokrasi. Masayarakt madani juga mengacu ke kehidupan yang berkualitas dan untuk menerima pandangan-pandangan politik dan sikap sosial yang berbeda.
14. Pluralisme, yaitu sikap mengakui dan menerima kenyataan mayarakat yang majemuk disertai dengan sikap tulus. Menurut Nurcholish Madjid, konsep pruralisme ini merupakan prasayarat bagi tegaknya msyarakat madani. Pluralisme menurutnya adalah pertalian sejati kebhinekaan dalam ikatan-ikatan keadaban. bahkan pluralisme adalah juga suatu keharusan bagi keselamatan umat manusia antara lain melalui mekanisme pengawasan dan peningkatan. Lebih lanjut Nurcholish mengatakan bahwa sikap penuh pengertian kepada orang lain itu diperlukan dalam masyarakat yang majemuk yakni masyarakat yang tidak monolitik.
15. Keadilan sosial (social justice), yaitu Keadilan yang dimaksudkan untuk menyebutkan keseimbangan dan pembagian yang proporsional terhadap hak dan kewajiban setiap warga negara yang mencakup seluruh aspek kehidupan. Hal ini memungkinkan tidak adanya monopoli dan pemusatan salah satu aspek kehidupan pada satu kelompok masyarakat. secara esensial, masyarakat memiliki hak yang sama dalam memperoleh kebijakan-kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah.
16. Partisipasi sosial, yaitu partisipasi masyarakat yang benar-benar bersih dari rekayasa, intimidasi, ataupun intervensi penguasa/pihak lain.
7. Supremasi hukum, yaitu upaya untuk memberikan jaminan terciptanya keadilan. Keadilan harus diposisikan secara netral, artinya setiap orang memiliki kedudukan dan perlakuan hukum yang sama tanpa kecuali.
Adapun yang masih menjadi kendala dalam mewujudkan masyarakat madani di Indonesia diantaranya :
 Kualitas SDM yang belum memadai karena pendidikan yang belum merata
 Masih rendahnya pendidikan politik masyarakat
 Kondisi ekonomi nasional yang belum stabil pasca krisis moneter
 Tingginya angkatan kerja yang belum terserap karena lapangan kerja yang terbatas
 Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sepihak dalam jumlah yang besar
 Kondisi sosial politik yang belum pulih pasca reformasi


Oleh karena itu dalam menghadapi perkembangan dan perubahan jaman, pemberdayaan civil society perlu ditekankan, antara lain melalui peranannya sebagai berikut :
a. Sebagai pengembangan masyarakat melalui upaya peningkatan pendapatan dan pendidikan
b. Sebagai advokasi bagi masyarakt yang “teraniaya”, tidak berdaya membela hak-hak dan kepentingan mereka (masyarakat yang terkena pengangguran, kelompok buruh yang digaji atau di PHK secara sepihak dan lain-lain)
c. Sebagai kontrol terhadap negara
d. Menjadi kelompok kepentingan (interest group) atau kelompok penekan (pressure group)
e. Masyarakat madani pada dasarnya merupakan suatu ruang yang terletak antara negara di satu pihak dan masyarakat di pihak lain. Dalam ruang lingkup tersebut terdapat sosialisasi warga masyarakat yang bersifat sukarela dan terbangun dari sebuah jaringan hubungan di antara assosiasi tersebut, misalnya berupa perjanjian, koperasi, kalangan bisnis, Rukun Warga, Rukun Tetangga, dan bentuk organisasi-organsasi lainnya.
8. Sebagai pengembangan masyarakat melalui upaya peningkatan pendapatan dan pendidikan.
9. Sebagai advokasi bagi masyarakat yang teraniaya dan tidak berdaya membela hak-hak dan kepentingan.
10. Menjadi kelompok kepentingan atau kelompok penekan.
Karakteristik 2
1. Terintegrasinya individu-individu dan kelompok-kelompok ekslusif kedalam masyarakat melalui kontrak sosial dan aliansi sosial.
2. Menyebarnya kekuasaan sehingga kepentingan-kepentingan yang mendominasi dalam masyarakat dapat dikurangi oleh kekuatan-kekuatan alternatif.
3. Dilengkapinya program-program pembangunan yang didominasi oleh negara dengan program-program pembangunan yang berbasis masyarakat.
4. Terjembataninya kepentingan-kepentingan individu dan negara karena keanggotaan organisasi-organisasi volunter mampu memberikan masukan-masukan terhadap keputusan-keputusan pemerintah.
5. Tumbuh kembangnya kreatifitas yang pada mulanya terhambat oleh rejim-rejim totaliter.
6. Meluasnya kesetiaan (loyalty) dan kepercayaan (trust) sehingga individu- individu mengakui keterkaitannya dengan orang lain dan tidak mementingkan diri sendiri.
7. Adanya pembebasan masyarakat melalui kegiatan lembaga-lembaga sosial dengan berbagai ragam perspektif.

HAKEKAT PEMBINAAN AKHLAK TASAWUF

1. Hakikat Pembinaan Akhlak Tasawuf
Pembinaan akhlak bagi setiap muslim merupakan sebuah kewajiban yang harus dilakukan terus menerus tanpa henti baik melalui pembinaan orang lain maupun pembinaan diri sendiri tanpa harus dituntun oleh orang lain. Pada hakekatnya pembinaan akhlak tasawuf lebih merupakan pembinaan akhlak yang dilakukan seseorang atas dirinya sendiri dengan tujuan jiwanya bersih dan perilakunya terkontrol. Dalam dunia tasawuf istilah pendidikan diri sendiri dapat dikenal dengan istilah Tazkiyat al-Nafs, Tarbiyah al-Dzatiyah dan Halaqah Tarbawiyah.
a. Tazkiyah Nafs
1) Hakekat Tazkiyah al-Nafs
Pembersihan jiwa dari kotoran-kotoran penyakit hati seperti sifat basud, kibir, ujub, riya’, sum’ ah, thama, rakus, serakah, bohong, tidak amanah, nifaq, syirik dan lain sebagainya merupakan salah satu misi utama para Rasul Allah. Ada beberapa ayat al-Qur’an yang menunjukkan atas misi tersebut.
Perhatikan do’a Nabi Ibrahim AS untuk anak cucunya, yang terdapat dalam al-Qur’an:
رَبَّنَا وَابْعَثْ فِيهِمْ رَسُولاً مِّنْهُمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِكَ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَيُزَكِّيهِمْ إِنَّكَ أَنتَ العَزِيزُ الحَكِيمُ
Artinya:
Ya Tuhan kami, utuslah untuk mereka sesorang Rasul dari kalangan mereka, yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat Engkau, dan mengajarkan kepada mereka Al-Kitab (al-Quran) dan Al-Hikmah (as-Sunnah) serta mensucikan mereka. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana. (Al-Baqarah :129)

Kemudian Allah menjawab do’a tersebut dan memberi karunia atas ummat ini sebagaimana firman-Nya:
كَمَا أَرْسَلْنَا فِيكُمْ رَسُولاً مِّنكُمْ يَتْلُو عَلَيْكُمْ آيَاتِنَا وَيُزَكِّيكُمْ وَيُعَلِّمُكُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَيُعَلِّمُكُم مَّا لَمْ تَكُونُواْ تَعْلَمُونَ
Artinya:
Sebagaimana (Kami telah menyempurnakan nikmat Kami kepadamu) Kami telah mengutus kepadamu Rasul diantara kamu yang membacakan ayat-ayat Kami kepada kamu dan mensucikan kamu dan mengajarkan kepadamu Al Kitab dan Al-Hikmah, serta mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui. (Al-Baqarah: 151)

Ayat lain menguatkan seperti ucapan nabi Musa kepada Fir’aun:
فَقُلْ هَل لَّكَ إِلَى أَن تَزَكَّى
وَأَهْدِيَكَ إِلَى رَبِّكَ فَتَخْشَى
Artinya:
Adakah keinginan bagimu untuk membersihkan diri. Dan kamu akan kupimpin ke jalan Tuhanmu agar kamu takut kepadaNya. (An-Naazi’at:18-19)

Juga Allah berfirman:
الَّذِي يُؤْتِي مَالَهُ يَتَزَكَّى
Artinya:
...yang menafkahkan hartanya (di jalan Allah) untuk membersihkannya. (Al-Lail:18)
قَدْ أَفْلَحَ مَن زَكَّاهَا
وَقَدْ خَابَ مَن دَسَّاهَا
Artinya:
Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang mensucikan jiwa itu dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya. (Asy-Syam: 9-10).

Jelas bahwa tazkiyat al-nafs termasuk misi para Rasul, sasaran orang-orang yang bertaqwa, dan menentukan keselamatan atau kecelakaan disisi Allah. Tazkiyah secara etimologis punya dua makna: penyucian dan pertumbuhan. Demikian pula maknanya secara istilah. Zakatun nafsi artinya penyucian (tathabur) jiwa dari segala penyakit dan cacat, merealisikan (tahaquq) berbagai maqam padanya, dan menjadikan asma’ dan sifat Allah sebagai akhlaknya (takbaluq). Dengan demikian tazkiyah adalah tathahur, tahaquq dan takhaluq. Kesemuanya ini memiliki berbagai sarana yang sesuai dengan syari’at. Dampak dan pengaruhnya akan tampak pada perilaku seseorang dalam berinteraksi dengan Allah dan makhluk lainnya sesuai dengan perintah Allah.
Tazkijah hati dan jiwa hanya bisa dicapai melalui berbagai ibadah dan amal perbuatan tertentu, apabila dilaksanakan secara sempurna dan memadai, seperti shalat, infaq, puasa, haji, dzikir, fikir, tilawah al-Qur’an, renungan, muhasabah dan dzikrul-maut. Pada saat itulah terealisir dalam hati sejumlah makna dan dampak bagi seluruh anggota badan seperti lisan, mata, telinga dan Iainnya. Hasil yang paling nyata ialah adab dan mu’amalah yang baik kepada Allah dan manusia. Kepada Allah berupa pelaksanaan hak-haknya termasuk di dalamnya adalah jihad di jalan-Nya. Sedangkan kepada manusia, sesuai dengan ajaran, tuntutan maqam dan taklif Ilahi.
Dampak lain yang dapat dirasakan adalah terealisirnya tauhid ikhlas, shabar, syukur, harap, santun, jujur kepada Allah dan cinta kepada-Nya, di dalam hati. Dan terhindarkannya dari hal-hal yang bertentangan dengan semua hal tersebut seperti riya’, ‘ujub, ghurur marah karena nafsu atau karena syetan. Dengan demikian jiwa menjadi tersucikan lalu hasil-hasilnya nampak pada terkendalikannya anggota badan sesuai dengan perintah Allah dalam berhubungan dengan keluarga, tetangga, masyarakat dan manusia.

2) Sarana Tazkiyyah
Yang dimaksud dengan sarana tazkiyah ialah berbagai amal perbuatan yang mempengaruhi jiwa secara langsung dengan menyembuhkannya dari penyakit, membebaskannya dari “tawanan”, atau merealisasikan akhlak padanya. Semua hal ini bisa terhimpun dalam suatu amal perbuatan.
Dalam sarana tazkiyah, ada berbagai amal perbuatan yang memberikan dampak pada jiwa ini sehingga dengan perbuatan tersebut jiwa terbebas dari penyakit atau mencapai maqam keimanan atau akhlak Islami.
Ada beberapa sarana dalam tazkiyah yaitu:
a) Shalat
Shalat adalah satu sarana tazkiyah dan merupakan wujud tertinggi dari ‘ubudiyah dan rasa syukur. Dengan demikian, ia adalah sarana itu sendiri. Jadi, ia adalah cara sekaligus sarana. Shalat yang dilakukan secara sempurna merupakan manusia bahwa jiwa dan hati tersucikan. Jadi, penuaiannya secara sempurna dan baik merupakan sarana, tujuan dan dampak. Demikian pula masalah-masalah lainnya yang berkenaan dengan pembahasan ini.
Penuaian shalat, misalnya, dapat membebaskan manusia dari sikap sombong kepada Allah Tuhan alam semesta, dan pada saat yang sama bisa menerangi hati lalu memantul pada jiwa dengan memberikan dorongan untuk meninggalkan pebuatan keji dan mungkar.
Sebelum kita memasuki bab ini perlu kami berikan beberapa penjelasan berikut ini:
Fitrah manusia bisa terkontaminasi oleh najis ma’nawi yaitu suatu kotoran yang diartikan dari hakekatnya seperti kemusyrikan, seperti dalam al-Qur’an menyatakan “Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya orang-orang yang musyrik itu najis”, terkontaminasi lumpur hawa nafsu yang salah, seperti dalam al-Qur’an yang artinya: “Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka mereka kelak akan menemui kesesatan”, atau terkontaminasi oleh berbagai perangai binatang yang tidak cocok untuk manusia, “Mereka itu tidak lain, hanyalah seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat jalannya (dari binatang ternak itu)”. Sebagaimana di dalam jiwa juga terdapat kecenderungan untuk menentang rububiyah, seperti sikap sombong dan angkuh. Jiwa juga bisa tertutup oleh berbagai kegelapan sehingga tidak bisa melihat berbagai hakekat sebagaimana mestinya. Karena itu, jika dikatakan tazkiyat al-nafs maka yang dimaksud adalah pembebasan jiwa dari berbagai najis yang mengotorinya, berbagai hawa nafsu yang keliru, berbagai perangai kebinatangan yang nista, penentangan terhadap rubbubiyah dan berbagai kegelapan. Para Rasul diutus tidak lain adalah untuk melaksanakan misi seperti ini.
Antara manusia dan binatang ada unsur-unsur kesamaan yang diperlukan kehidupan manusia, namun hal seperti ini tidak menjadi pembahasan kami. Berbagai macam syahwat yang dibenarkan terkait dengan berbagai kemaslahatan yang dibenarkan pula, hal ini juga tidak menjadi pembahasan kajian kami. Allah telah menjadikan pada manusia kesiapan untuk berakhlak dengan berbagai kesempurnaan, seperti santun dan kasih sayang, dan menjadikan untuknya beberapa sifat seperti mendengar dan melihat. Berbagai kesempurnaan yang bisa menjadi sifat manusia ini, yang merupakan bagian dari sifat-sifat Allah, tidak termasuk didalamnya apa yang kami maksud.
Berbagai taklif Ilahi tercurahkan untuk kemaslahatan individu dan masyarakat, sementara itu tidak ada kemaslahatan bagi individu dan masyarakat kecuali dengan menyucikan jiwa individu. Oleh karena itu diantara taklif Ilahi yang terpenting adalah apa yang bisa membersihkan jiwa.
Titik awal dan akhir dalam taklif Ilahi adalah tauhid yang membersihkan dari berbagai karat kemusyrikan dan berbagai akibatnya seperti ‘ujub, ghurur, dengki dan lain sebagainya. Sesuai dengan sejauh mana tauhid itu tertanam dalam jiwa sejauh itu pula jiwa akan tersucikan dan memetik berbagai buah tauhid seperti sabar, syukur, ‘ubudiyah, tawakal, ridha, takut, harap, ikhlas, jujur, dan lain sebagainya.
Oleh sebab itu, kami menjadikan sarana pertama dalan tazkiyah adalah shalat. Shalat berikut sujud, ruku’ dan dzikirnya membersihkan jiwa dari kesombongan kepada Allah dan mengingatkan jiwa agar istiqamah diatas perintahNya:
“Sesungguhnya shalat dapat mencegah perbuatan keji dan mungkar”, Jadi shalat merupakan salah satu sarana tazkiyah.

b) Zakat dan Infaq
Zakat dan infaq bisa membersihkan jiwa dari bakhil dan kikir, dan menyadarkan manusia bahwa pemilik harta yang sebenarnya adalah Allah. Oleh sebab itu, kedua ibadah ini termasuk dalam bagian dari tazkiyah, “Yang menafkahkan hartanya (di jalan Allah) untuk membersihkannya”.

c) Puasa
Puasa merupakan pembiasaan jiwa untuk mengendalikan syahwat dan kemaluan, sehingga dengan demikian ia termasuk sarana tazkiyah, “Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa”.
Tujuan dari puasa tidak hanya sekedar menahan haus dan lapar dari mulai terbit fajar hingga matahari tenggelam, namun lebih dari itu, yaitu melatih kesabaran dan mengekang hawa nafsu dari keinginan-keinginan nafsu duniawi. Sehingga dengan bepuasa setiap hamba dapat mendekatkan diri pada Allah SWT dengan khusyu’ tanpa terbebani keinginan-keinginan duniawi.

d) Dzikir dan Pikir
Membaca Al-Qur’an dapat mengingatkan jiwa kepada berbagai kesempurnaan, karenanya ia merupakan salah satu jenis dzikir dan merupakan sarana tazkiyah, “Dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat Nya, bertambahlah iman mereka (karenanya).
Berbagai dzikir yang bisa memperdalam iman dan tauhid di dalam hati, “Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tentram”. Dengan demikian jiwa bisa mencapai derajat tazkiyah yang tertinggi, “Hai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya”.
Dzikir dan pikir adalah dua sejoli yang dapat membukakan hati manusia untuk menerima ayat-ayat Allah, oleh karena itu tafakkur termasuk sarana tazkiyah, “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat manusia-manusia bagi orang-orang yang berakal. (Yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka. Ya Tuhan kami, sesungguhnya barangsiapa yang Engkau masukkan ke dalam neraka, maka sungguh telah Engkau hinakan ia, dan tidak ada bagi orang-orang yang zalim seorang penolong pun, Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami mendengar (seruan) yang menyeru kepada iman, (yaitu): “Berimanlah kamu kepada Tuhanmu”, maka kamipun beriman. Ya Tuhan kami, ampunilah bagi kami dosa-dosa kami dan hapuskanlah dari kami kesalahan-kesalahan kami, dan wafatkanlah kami beserta orang-orang yang banyak berbakti. Munculnya nilai-nilai dalam hati tidak lain adalah melalui perpaduan antara dzikir dan pikir.



e) Mengingat Kematian
Kadang jiwa manusia ingin menjauh dari pintu Allah, bersikap sombong, sewenang-wenang atau lalai, maka mengingat kematian akan dapat mengendalikannya lagi kepada ‘ubudiyah-Nya dan menyadarkannya bahwa ia tidak memiliki daya sama sekali, “Dan Dialah yang mempunyai kekuasaan tertinggi di atas semua hamba-Nya, dan diutus-Nya kepadamu malaikat-malaikat penjaga, sehingga apabila datang kematian kepada salah seorang di antara kamu, ia diwafatkan oleh malaikat-malaikat Kami, dan malaikat-malaikat Kami itu tidak melalaikan kewajibannya”. Oleh karena itu, mengingat kematian merupakan salah satu sarana tazkiyah, “Dan apakah mereka tidak memperhatikan kerajaan langit dan bumi dan segala sesuatu yang diciptakan Allah, dan kemungkinan telah dekatnya kebinasaan mereka? Maka kepada berita manakah lagi mereka akan beriman sesudah Al Quran itu?”
Muhasabah harian terhadap jiwa dan muraqabullah juga dapat mempercepat taubat dan memperkuat laju peningkatan (taraqqi), karenanya muhasabah merupakan salah satu sarana tazkiyah, “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat)”.
Jiwa terkadang tidak terkendalikan lalu terjerumus ke dalam kelalaian, maksiat atau syahwat sehingga harus dilakukan mujahaddah (kerja keras) agar bisa kembali, Allah berfirman, “Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami”.

f) Amar Ma’ruf Nahi Munkar
Tidak ada hal yang sedemikian efektif untuk menanamkan kebaikan ke dalam jiwa sebagaimana perintah untuk melakukan kebaikan, dan tidak ada hal yang sedemikian efektif untuk menjauhkan jiwa dari keburukan sebagaimana larangan darinya. Oleh karena itu, amar ma’ruf dan nahi munkar merupakan salah satu sarana tazkiyah, bahkan orang-orang yang tidak memerintahkan yang ma’ruf dan tidak mencegah kemungkaran berhak mendapat laknat Kotoran jiwa apakah yang lebih besar dari laknat? “Telah dila’nati orang-orang kafir dari Bani Israil dengan lisan Daud dan Isa putera Maryam. Yang demikian itu, disebabkan mereka durhaka dan selalu melampaui batas. Mereka satu sama lain selalu tidak melarang tindakan yang mereka perbuat, sesungguhnya amat buruklah apa yang mereka selalu perbuat itu”.
Kaitkanlah antara firmanNya, “Sesungguhnya telah berbahagia orang yang mensucikannya”, dan firmanNya, “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung”. Perhatikanlah kalimat “orang-orang yang beruntung” niscaya manusia mengetahui bahwa amar ma’ruf, nahi munkar dan ajakan kepada kebaikan merupakan salah satu sarana tazkiyah.
Jika amar ma’ruf dan nahi munkar merupakan salah satu sarana tazkiyah, maka demikian pula jihad karena ia merupakan bentuk pengukuhan kebaikan dan pengikisan kemungkaran. Oleh karena itu, mati syahid di jalan Allah adalah penghapus dosa. Orang yang berjihad di jalan Allah terbebas secara langsung dari rasa takut dan kikir karena ia menerjang kematian dengan niat menjual dirinya kepada Allah, “Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah; lalu mereka membunuh atau terbunuh”. Tidak dapat melakukan hal tersebut secara sempurna dan baik kecuali orang-orang yang yang disebutkan sifatnya oleh Allah dengan firmanNya, "Mereka itu adalah orang-orang yang bertaubat, yang beribadat, yang memuji, yang melawat, yang ruku’, yang sujud, yang menyuruh berbuat ma’ruf dan mencegah berbuat munkar dan yang memelihara hukum-hukum Allah. Dan gembirakanlah orang-orang mukmin itu”. Jadi jihad adalah salah satu sarana tazkiyah, bahkan merupakan sarana paling tinggi dan tidak dapat melakukannya pada ghalibnya kecuali orang yang tersucikan jiwanya.
Itulah berbagai induk sarana tazkiyah secara umum, disamping ada beberapa macam tazkiyah khusus bagi beberapa penyakit khusus. Semakin sempurna sarana ini direalisasikan semakin sempurna pula hasil-hasilnya, dan sebaliknya.
Nilai-nilai bathiniyah dalam hal shalat, zakat, puasa dan tilawah Al-Qur’an telah dilupakan oleh banyak orang, padahal berbagai ibadah utama dalam islam akan dapat menerangi dan mensucikan jiwa tergantung kepada sejauh mana nilai-nilai bathiniahnya tersebut diperhatikan. Ia akan dapat memberikan pengaruh yang sempurna apabila ditunaikan secara sempurna, yakni amal-amal lahiriyah disertai dengan amal-amal bathiniah, seperti shalat disertai khusu’, zakat disertai dengan niat yang baik, tilawah Al-Qur’an disertai dengan tadabur yang baik dan dzikir yang menghadirkan hati (hudhur). Bentuk penunaian ini merupakan penerang dan pensuci bagi kesempurnaan. Karena aspek spiritual dari hal-hal ini telah terjangkiti oleh penyakit wahan dan kekurangan di kalangan para penempuh jalan menuju Allah, maka hal tersebut menjadi fokus pilihan kami karena hal-hal yang bersifat lahiriyah biasanya tidak terlupakan di kalangan orang-orang yang hidup di lingkungan islam.

3) Tujuan Tazkiyat Al-Nafs
Ada perselisihan filosofis seputar: apakah tidak ada kaitan antara sarana, tujuan dan dampak, ataukah ada mata rantai saja? Masalahnya relatif. Setiap sarana adalah tujuan bagi yang lainnya, dan setiap tujuan merupakan sarana bagi yang lainnya. Jadi hasil-hasil itu sendiri tidak keluar dari keberadaannya sebagai tujuan dan sarana bagi sesuatu yang lain. Apapun kesimpulan perdebatan ini, proses pengajaran, penyederhanaan dan pemaparan ini menuntut penjelasan rinci yang membahas masalah sarana, tujuan dan hasil atau dampak tersebut masing-masing secara terpisah. Memang pada akhirnya ada saling keterkaitan, tetapi saling keterkaitan ini tidak muncul sebagaimana munculnya pada pembicaran tentang tazkiyah yang tengah dibahas ini.
Tujuan dari upaya pembersihan diri ini akan terlaksana apabila telah melampai beberapa tahap. Tahapan ini merupakan sarana yang tepat sebagai upaya pelaksanaan tazkiyah al-nafs. Tahapan-tahapan tersebut adalah:
a) Tathahhur (Upaya mensucikan diri)
Usaha seseorang untuk dapat memulai tazkiyat al-nafs adalah melalui tathahur. Upaya ini diawali dengan taubat dan berjanji tidak akan mengulangi lagi segala perbuatan yang bisa mengotori jiwa atau hati, seperti nifaq, berdusta, khianat, mengingkari janji, hasud, riya’, kibir, sum’ah, ujub, su’udhan dan lain-lain. Ia harus mengikis habis segala yang bisa menggoda hatinya untuk kembali melakukan perbuatan-perbuatan kotor. Dengan cara ini, jiwanya akan terasa kosong dari penyakit-penyakit tadi, sehingga dapat dikatakan jiwanya bersih.
b) Takhallaq (upaya menghiasi diri dengan akhlak al-karimah)
Setelah seseorang berusaha mensucikan diri dari perbuatan-perbuatan kotor pada jiwanya, maka ia harus berupaya mengisinya dengan perbuatan-perbuatan mulia (akhlak mulia). Sifat-sifat seperti nifaq, berdusta, khianat, mengingkari janji, iri dengki, riya’, kibir, sum’ah, ujub, su’udhan dan lain-lain haruslah diganti dengan sifat-sifat akhlak mulia seperti jujur, amanah, tawakkal, sabar, tawadhu’, tadharru’, qana’ah, iffah, dan lain-lain. Dengan cara ini jiwa atau seseorang akan terhiasi perilaku-perilaku baik yang pada akhirnya perlu perwujudan dalam perilaku.
c) Tahaqquq (Upaya merealisasikan kedudukan-kedudukan mulia atau biasa disebut Maqamatul Qulub)
Upaya ini merupakan puncak dari proses tazkiyatal-nafs, karena takhalluq merupakan cara dan jalan bagaimana seorang muslim dapat berada sedekat mungkin dengan Allah Swt sehingga ia akan memperoleh kedudukan yang mulia disisi-Nya. Untuk dapat berada dekat dengan Allah sedekat-dekatnya, seorang muslim harus menempuh perjalanan panjang yang dalam istilah Arab dikenal dengan maqamat, sebagai bentuk jamak dari kata maqam. Hal ini sesuai dengan firman Allah Swt dalam surat al-Shaffat ayat 164 yang berbunyi:
وَمَا مِنَّا إِلَّا لَهُ مَقَامٌ مَّعْلُومٌ
Artinya:
Tiada seorangpun diantara kami (malaikat) melainkan mempunyai kedudukan yang tertentu.

Kedudukan tersebut merupakan tempat yang mulia di sisi Allah Swt Sebagaimana yang dijanjikan Allah Swt dalam surat Ibrahim ayat 14:
وَلَنُسْكِنَنَّـكُمُ الأَرْضَ مِن بَعْدِهِمْ ذَلِكَ لِمَنْ خَافَ مَقَامِي وَخَافَ وَعِيدِ
Artinya:
Dan kami pasti akan menempatkan kamu di negeri-negeri itu sesudah mereka. Yang demikian itu (adalah untuk) orang-orang yang takut (akan menghadap) ke hadirat-Ku dan yang takut kepada ancaman-Ku.




4) Buah Tazkiyyatun Nafs
Aktifitas-Aktifitas tazkiyah yang dapat mencontoh Rasulullah saw ini dapat menghasilkan buah-buah ‘amaliyah, buah-buah ini disebut Tsamaratut-Tazkiyyah, yaitu:
a. Dhabtul-Lisan (Lisan yang terkontrol)
Rasulullah menjadikan lurusnya lisan sebagai syarat bagi lurusnya hari, dan menjadikan lurusnya hari sebagai syarat lurusnya iman. Sebagaimana diriwayatkan dari Anas bin Malik, Rasulullah SAW bersabda:

Artinya:
Keimanan seorang hamba tidak akan lurus sebelum lurus hatinya, dan harinya tidak akan lurus sebelum lurus lisannya.

Diriwayatkan pula dari Abdullah bin Umar r.a. secara marfu’, berkata:

Artinya:
Janganlah kalian berbanyak kata selain dzikrullah, sesungguhnya hal itu akan menjadikan kerasnya hari. Dan manusia yang paling jauh dari Allah adalah pemilik hati yang keras.

Selanjutnya Rasulullah bersabda:

Artinya:
Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata yang baik atau diam.
Hadits ini memuat perintah Rasulullah untuk berbicara yang baik-baik atau diam jika pembicaraan itu tidak baik (tidak bermanfaat). Apabila perintah Rasulullah ini dikksanakan maka akan dapat memetik buah dari tazkiyah, yaitu seorang muslim dapat mengontrol lisannya sehingga ia akan senantiasa terjaga lisannya dari perkatan yang tidak baik.
b. Iltizam Bi Adabil ‘Ilaqat (Komitmen dengan adab-adab pergaulan)
Hasil lain dari tazkiyah yang dapat dipetik adalah berkomitmen dengan adab-adab pergaulan. Ada 4 (empat) macam klasifikasi manusia dalam pergaulan, yaitu:
1) Segolongan orang yang bergaul dengan mereka ibarat mengkonsumsi makanan yang bergizi. Ia dibutuhkan siang dan malam. Jika seseorang telah menyelesaikan keperluannya ia ditinggal, dan jika diperlukan lagi ia didatangi, demikian seterusnya. Mereka adalah para ularna, ahli ma’rifatullah, memahami perintah-perintahNya, mengerti tipu daya musuh-musuhNya, dan memiliki ilmu tentang penyakit-penyakit hati serta obatnya. Mereka adalah orang-orang yang setia kepada Allah, KitabNya, rasulNya, dan seluruh makhluk. Bergaul dengan mereka adalah keberuntungan yang nyata.
2) Segolongan orang yang bergaul dengan mereka ibarat mengkonsumsi obat. Ia dibutuhkan dikala sakit, selama sehat tidak diperlukan pergaulan dengan mereka. Mereka adalah para profesional dalam urusan muamalat, bisnis dan yang semisalnya. Bergaul dengan orang-orang seperti ini dapat membawa urusan ma’siyah menjadi lancar.
3) Segolongan orang yang bergaul dengan mereka ibarat mengkonsumsi penyakit. Ada penyakit ganas yang memakan waktu lama untuk disembuhkan. Orang yang semacam ini tidak membawa keuntungan dunia ataupun akhirat.
4) Segolongan orang yang bergaul dengan mereka adalah kebinasaan total. Mereka ibarat racun. Jika seseorang tidak sengaja memakannya itupun sudah suatu kerugian. Golongan ini banyak sekali, mereka adalah ahli bid’ah dan kesesatan, penghalang sunnah Rasulullah penyeru kepada perselisihan. Bergaul dengan mereka juga membawa kerugian dunia dan akhirat.
Dengan tazkiyah ini seorang muslim dapat menentukan batasan-batasan dalam pergaulan, dimana ia bisa menempatkan diri dalam golongan pergaulan yang membawa keselamatan dunia dan akhirat.

b. Tarbiyah Dzatiyah
1) Hakekat Tarbiyah Dzatiyah
Istilah tarbiyah dzatiyah merupakan sejumlah sarana tarbiyah yang diberikan orang Muslim, atau Muslimah, kepada dirinya, untuk membentuk kepribadian Islami yang sempurna diseluruh sisinya; ilmiah, iman, akhlak, sosial, dan lain sebagainya, dan naik tinggi ketingkatan kesempurnaan manusia. Tarbiyah dzatiyah ini juga bisa dikatakan pembinaan (tarbiyah) seseorang terhadap dirinya sendiri. Tarbiyah dzatiyah sudah pernah dilakukan oleh sahabat-sahabat Rasulullah. Bisa dilihat dari sejarah keberhasilan sahabat-sahabat Rasulullah, dimana mereka mampu tampil menjadi figur-figur hebat, dengan ciri khas dan kelebihannya masing-masing. Salah satu kuncinya adalah masing-masing dari mereka mampu mentarbiyah (membina) diri sendiri dengan optimal, meningkatkan kualitas diri menuju tingkatan seideal mungkin, mengadakan perbaikan diri secara konsisten dan kontinyu, serta meningkatkan semua potensi diri mereka sehingga tidak ada satu pun potensi mereka yang terabaikan.

2) Sarana-sarana Tarbiyah Dzatiyah
Banyak sekali sarana-sarana dalam tzabiyah seorang muslim terhadap dirinya sendiri. Sarana-sarana tersebut adalah :
a) Muhasabah
Muhasabah merupakan penyucian atau pembersihan diri sebagai alat untuk mengintrospeksi dirinya sendiri. Seorang muslim mulai mentarbiyah dirinya sendiri dengan cara pertama-tama melakukan muhasabah (evaluasi) terhadap dirinya sendiri atas kebaikan dan keburukan yang telah ia kerjakan, meneliti kebaikan dan keburukan yang ia miliki, agar ia dapat segera menyadari dan melakukan perbaikan terhadap dirinya sendiri.
Hal yang pertama kali perlu di muhasabahi seseorang pada dirinya ialah kesehatan akidahnya, kebersihan tauhidnya dan kebersihannya dari syirik kecil dan tersembunyi, yang keduanya sering kali disepelekan serta keyakinan-keyakinan dan perbuatan-perbuatan lain yang bertentangan atau melemahkan tauhid. Lalu ia memuhasabahi dirinya atas pelaksanaan kewajiban-kewajiban, shalat lima waktu berjamaah, bakti kepada kedua orang tua (birrul walidain), menyambung hubungan kekerabatan, amar ma’ruf nahi munkar dan juga memuhasabahi dirinya tentang sejauh mana pelaksanaan ibadah-ibadah sunnah dan ketentuan-ketentuan lainnya oleh dirinya.

b) Taubat dari Segala Dosa
Diantara sarana tazkiyah adalah taubat karena ia dapat meluruskan perjalanan jiwa setiap kali melakukan penyimpangan, dan mengembalikannya kepada titik tolak yang benar. Taubat juga bisa menghentikan laju kesalahan jiwa, sehingga Allah melimpahkan karuniaNya kepada orang-orang yang bertaubat dengan mengubah kesalahan-kesalahan mereka menjadi kebaikan, “kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman dan mengerjakan amal saleh; maka itu kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikan”.
Hal yang terpenting yang harus dilakukan ketika sesorang muslim beribadah kepada Allah Swt adalah bertaubat dari segala dosa. Caranya dengan bertaubat dari segala maksiat, aib, dan ketidaksempurnaan di aspek pemikiran, amal, akhlak, dan lain sebagainya. Juga dengan cara merasa butuh kepada Allah Swt, dekat kepada-Nya, dan keridhaan-Nya. Ini semua bisa diwujudkan dengan cara membersihkan diri dari semua dosa dan kekurangan pada dirinya. Mengenai anjuran bertaubat Allah Swt berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا تُوبُوا إِلَى اللَّهِ تَوْبَةً نَّصُوحاً
Artinya:
Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubat yang sebenar-benarnya.

Dalam ayat tersebut dinyatakan bahwa Allah menganjurkan setiap orang mukmin untuk bertaubat nashuhah (hakiki). Taubat nashuhah adalah taubat yang jujur dan serius, yang menghapus kesalahan-kesalahan sebelumnya dan melindungi pelakunya dari dosa-dosa yang dilakukan sebelumnya. Dilakukan dengan cara berhenti dari dosa pada masa mendatang, menyesali dosa-dosa silamnya, dan bertekad tidak akan mengerjakannya lagi pada masa mendatang. Dengan taubat kepada Allah Swt maka seorang muslim telah memulai pelaksanaan tarbiyah terhadap dirinya sendiri.

c) Mencari Ilmu dan Memperluas Wawasan
Sarana selanjutnya dalam tarbiyah dzatiyah adalah mencari ilmu dan memperluas cakrawala pengetahuan, dimana ini merupakan aspek dan sarana penting dalam tarbiyah dzatiyah yang ideal dan mengarahkannya dengan pengarahan yang benar. Sebab bagaimana mungkin seseorang dapat mentarbiyah dirinya dengan tarbiyah yang benar, jika tidak tahu hal halal, haram, kebenaran, kebathilan, manhaj, dan sarana yang benar atau salah. Syekh Muhammad bin Abdul Wahab berkata, Ketahuilah, mencari ilmu itu wajib dan menyembuhkan hati yang sakit. Yang paling penting bagi seorang hamba ialah ia tahu agamanya, dimana mengetahui dan mengamalkannya adalah jalan masuk ke sorga.

d) Mengerjakan Amalan-amalan Iman
Mengerjakan amalan-amalan iman termasuk sarana yang bervariatif, sangat besar pengaruhnya pada jiwa, karena cara ini merupakan realisasi dari perintah-perintah Allah dan rasul-Nya. Cara ini merupakan ujian untuk mengetahui sejauh mana kejujuran orang-orang yang mengerjakannya dalam mencari petunjuk serta beristiqamah, dan dengan mengerjakan amalan-amalan iman ini merupakan bukti kuat keinginan ikhlas orang yang bersangkutan dalam mentarbiyah dirinya dan memperbaikinya.
Amalan-amalan iman ini sangat bervariatif diantaranya, mengerjakan ibadah-ibadah wajib seoptimal mungkin seperti mengerjakan shalat lima waktu, berpuasa dan mengeluarkan zakat, meningkatkan porsi ibadah-ibadah sunnah, peduli dengan ibadah dzikir termasuk membaca al-Qur’an.

e) Memperhatikan Aspek Akhlak (Moral)
Pembinaan akhlak merupakan aspek penting dalam tarbiyah dzatiyah. Islam sangat peduli dengan aspek akhlak (moral) yang baik. Seluruh perintah, larangan, ibadah dan ketaatan Islam membuahkan hasil positif dalam jiwa dan kehidupan manusia. Diantara hasil terbesar akhlak terkait dengan hak Allah Swt ialah takut kepada-Nya. Hasil positifnya terkait dengan hak manusia adalah berakhlak baik ketika bergaul dengan mereka dan berbuat baik kepada mereka, karena agama adalah muamalah
Allah Swt berfirman:
إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ
Artinya:
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.

Selanjutnya Allah juga berfirman:
وَاللّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ

Artinya:
Dan Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebaikan.

Dalam hadits Rasulullah Saw bersabda:

Artinya:
Sesungguhnya orang mukmin pasti mendapatkan derajat orang yang puasa dan qiyamul tail dengan akhlaknya yang baik. (Diriwayatkan Abu Dawud)

Akhlak menjadi salah satu sarana tarbiyah dzatiyah, sekaligus tujuannya pada saat yang sama. Oleh karena itu, setiap orang muslim harus mentarbiyah dirinya dengan akhlak yang dianjurkan agama Islam, seperti sabar, thawadhu', dermawan jujur dan masih banyak alagi akhlak-akhlak mulia yang harus direalisasikan dalam kehidupan sehari-hari.

3) Buah Tarbiyah Dzatiyah
Jika seorang muslim benar-benar melaksanakan pembinaan akhlak terhadap dirinya sendiri maka ia akan memperoleh hasil atau buah dari Tarbiyah Dzatiyah. Buah dari tarbiyah dzatiyah diantaranya:
a) Keridhaan Allah Swt dan Surga-Nya
Jika seorang muslim melakukan tarbiyab dzatiyah secara sempurna, dengan cara mengerjakan kewajiban-kewajiban dan menjauhkan diri dari segala maksiat, maka ia akan mendapat keridhaan Allah SWT, lalu memperoleh surga-Nya yang merupakan dambaan seluruh orang Muslim di akhirat kelak.
Allah berfirman:
مَنْ عَمِلَ سَيِّئَةً فَلَا يُجْزَى إِلَّا مِثْلَهَا وَمَنْ عَمِلَ صَالِحاً مِّن ذَكَرٍ أَوْ أُنثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَأُوْلَئِكَ يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ يُرْزَقُونَ فِيهَا بِغَيْرِ حِسَابٍ
Artinya:
Barang siapa mengerjakan perbuatan jahat, dia tidak akan dibalas melainkan sebanding dengan kejahatan itu dan barang siapa mengerjakan amal yang shalih baik laki-laki maupun perempuan sedang ia dalam keadaan beriman maka mereka akan masuk surga, mereka diberi rizki didalamnya tanpa hisab.
Allah berfirman:
إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ كَانَتْ لَهُمْ جَنَّاتُ الْفِرْدَوْسِ نُزُلاً
Artinya:
Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal shalih, bagi mereka adalah surga firdaus menjadi tempat tinggal.

Tingkatan orang di surga sangat ditentukan oleh sejauh mana tarbiyah dan tazkiyah (penyucian dirinya). Sebagaimana dalam firman Allah SWT:
وَمَنْ يَأْتِهِ مُؤْمِناً قَدْ عَمِلَ الصَّالِحَاتِ فَأُوْلَئِكَ لَهُمُ الدَّرَجَاتُ الْعُلَى
Artinya:
Dan barang siapa datang kepada Tuhannya dalam keadaan beriman, lagi sungguh-sungguh telah beramal shalih, maka mereka itulah orang-orang yang memperoleh tempat-tempat yang tinggi (mulia).

b) Kebahagiaan dan Ketentraman
Semua orang mencari kebahagiaan bathin dan ketentraman jiwa. Namun, banyak dari mereka salah jalan dalam upaya mendapatkannya dan tidak tahu jalan-jalannya. Sebab mereka mencari kebahagiaan dan ketentraman di makanan, minuman, syahwat, maksiat dan sebagainya. Mereka hanya mendapatkan kebahagiaan sesaat dan semu. Allah Swt membimbing manusia untuk selalu mentarbiyah diri manusia sendiri, sehingga buah tarbiyah yang diperoleh adalah kebahagiaan dan ketentraman batinnya. Sebagaimana firman Allah Swt:



Artinya:
Barang siapa yang mengerjakan amal shalih baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya pasti Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik.

c) Dicintai dan Diterima Allah
Allah Swt menjanjikan barangsiapa memperbaiki dan mentarbiyah dirinya untuk beriman, bertakwa dan beramal shalih, ia mendapatkan cinta Allah Swt. Sebagaimana yang disebutkan dalam hadits qudsi:

Artinya :
Hamba-Ku senantiasa mendekat kepada-Ku dengan (melakukan) ibadah-ibadah sunnah, hingga Aku mencintainya.

Lalu, tanpa keinginan dan pilihan orang itu mendapatkan cinta manusia, penghormatan mereka dan Allah Swt membuat mereka menerima dirinya.
Allah berfirman:
إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ سَيَجْعَلُ لَهُمُ الرَّحْمَنُ وُدّاً
Artinya:
Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal shalih, kelak Allah Yang Maha Pemurah akan menanamkan dalam (hati) mereka kasih sayang.

d) Terjaga dari Keburukan
Allah Swt menjaga orang Muslim dari keseluruhan musibah dunia, hal-hal yang tidak mengenakan di kehidupan, pihak-pihak yang menginginkan keburukan baginya, yaitu setan-setan dari kalangan manusia dan jin, bahkan menjaga dari hewan-hewan buas, singa dan lain sebagainya.
Allah Swt berfirman:
إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ كُلَّ خَوَّانٍ كَفُورٍ
Artinya:
Sesungguhnya Allah membela orang-orang yang telah beriman.
Allah Swt juga menjaga telinga, mata, potensi akal, dan potensi fisik orang yang bertakwa dan senantiasa melakukan tarbiyah terhadap dirinya. Ibnu Rajab barkata: “Barang siapa menjaga Allah pada masa muda dan masa kuatnya, maka Allah menjaganya pada masa tuanya dan ketika kekuatannya melemah, serta memberinya kenikmatan pada telinga, mata, kekuatan, dan akalnya. Sebagai contoh dalam hal ini ialah salah seorang ulama telah berusia lebih dari seratus tahun, tetapi ia tetap hidup dengan kekuatan dan akal yang utuh seperti semula. Pada suatu hari, ia melakukan loncatan keras dan ia pun dikecam karenanya. Ia berkata, “Aku menjaga organ tubuh ini dari maksiat ketika aku masih kecil, lalu Allah menjaganya ketika aku telah tua.” Hal ini sebagai penegasan sebagaimana yang disebut di dalam hadits Rasulullah.

Artinya:
Jagalah Allah, niscaya Dia menjagamu. Jagalah Allah, niscaya engkau mendapatkan-Nya di depanmu (Diriwayatkan At-Tirmidzi).

e) Jiwa Merasa Aman
Ketentraman adalah kehidupan bagi hati, cahaya di mana ia bersinar dengannya, kebangkitan baginya, dan kekuatan yang menguatkan tekadnya, membuatnya tegar terhadap seluruh penderitaannya, dan mengontrol jiwa ketika tidak bersabar. Karena itu orang mukmin semakin kuat imannya dengan ketentraman yang ada padanya.
Semua orang di kehidupan ini pasti diliputi ketakutan-ketakutan dan duka dari semua arah. Karena mereka tidak tahu apa yang akan diputuskan Allah Swt terhadap dirinya dan juga tidak tahu masa depan apa yang akan ditetapkan Allah Swt. Seorang Muslim yang telah mentarbiyah dirinya tidak akan merasa takut dan sedih terhadap apa yang terjadi pada masa silamnya, masa kininya, dan masa depannya. Mereka yakin bahwa Allah Swt akan memberikan rahmat pada umat-Nya dan mengampuni dosa-dosanya. Mereka merasa aman atas rizki dan mata pencahariannya, serta merasa aman dan ridha dengan takdir Allah karena di dalamnya terdapat kebaikan.
Firman Allah Swt:
إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا فَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ
Artinya:
Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan, Tuhan kami ialah Allah, kemudian mereka tetap istiqamah maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan mereka tidak (pula) berduka cita.

Selanjutnya firman Allah yang lain:
هُوَ الَّذِي أَنزَلَ السَّكِينَةَ فِي قُلُوبِ الْمُؤْمِنِينَ لِيَزْدَادُوا إِيمَاناً مَّعَ إِيمَانِهِمْ
Artinya:
Dia yang telah menurunkan ketenangan ke dalam hati orang-orang Mukmin supaya keimanan mereka bertambah di samping keimanan mereka (yang telah ada).

c. Halaqah Tarbawiyah
Betapapun tarbiyah dzatiyah merupakan faktor terpenting dalam pembinaan akhlak, akan tetapi dalam realitas kehidupan seseorang akan menghadapi kendala yang sangat besar untuk bisa merealisasikan tarbiyah dzatiyah.
Uniknya hambatan yang paling besar muncul dalam diri seseorang, seperti kurangnya disiplin, tidak konsisten, tidak jujur pada diri sendiri, lemah semangat dan lain-lain. Maka dalam rangka merealisasikan tarbiyah dzatiyah perlu ditopang dengan perilaku lain baik langsung maupun tidak langsung. Rasulullah Saw memberikan isyarat tentang hal tersebut dengan sabdanya:

Artinya:
Orang mukmin merupakan cerminan saudaranya




Selanjutnya Allah Swt berfirman:

Artinya:
Bahkan para sahabat sebagai generasi terbaik setelah Rasulullah Saw mentradisikan pembinaan diri mereka sendiri ke arah yang lebih baik dengan melibatkan sahabat yang lain.

Hudzaifah Ibn Yaman pernah berkata:

Artinya:
Mari kita duduk bersama untuk merenungkan iman kita sesaat.

Pada umumnya setiap orang mempunyai forum dengan orang lain baik yang berkaitan dengan bidang profesi pedagang, petani, pegawai dan lain-lain. Berbeda jika forum yang terkait dengan kegiatan sosial, politik, keluarga dan lain-lain. Akan tetapi sangatlah sedikit orang yang mempunyai forum internalisasi keimanan.
Di kalangan pengamal thariqah yang merupakan bagian dari kegiatan sebagian kalangan tasawuf dikenal dengan adanya seorang mursyid. Seorang mursyid biasanya menjadi rujukan para pengamal thariqah khususnya di dalam menjalankan wirid-wirid. Bahkan idealnya seorang mursyid juga menjadi pembimbing dalam berprilaku agar sesuai dengan akhlak al-karimah yang sering disebut dengan suluk.
Apa yang dilakukan para pengamal thariqah dalam menghimpun diri pada sebuah kelompok thariqah dengan bimbingan seorang mursyid jika dikaitkan dengan beberapa hadits Nabi Saw dan tradisi yang dilakukan para sahabat dalam membina keimanan secara jama’i (kolektif) dapat diadopsi secara massal sebagai konsep pembinaan akhlak tasawuf dalam bentuk halaqah. Halaqah sesuai dengan arti lughawi adalah lingkaran dimana orang menghimpun diri di dalamnya dengan dipandu oleh seorang murabbi (pembimbing) untuk bersama-sama membina diri mereka baik dari segi penambahan ilmu maupun pengamalan. Inilah yang kemudian dinamakan halaqah tarbawiyah.
Kegiatan halaqah ini berbentuk pertemuan rutin minimal sekali dalam seminggu dengan agenda kegiatan, antara lain :
1) Tadarus al-Qur’an
2) Pemberian materi
3) Internalisasi materi dalam pengamalan
4) Dialog permasalahan umat
5) Evaluasi diri atau muhasabah
6) Penutup
Disamping kegiatan rutin mingguan, halaqah juga bisa mengadakan acara-acara khusus untuk menguatkan spiritual seperti qiyamul lail bersama, buka puasa sunnah, rihlah untuk memperkuat ukhuwah, tadabbur dan lain-lain. Intinya forum ini tidak hanya mengkaji Islam dalam dataran wacana, akan tetapi dilanjutkan ke arah internalisasi atau pengamalan bahkan hingga pada tataran bagaimana dakwah pada kaumnya.
Dalam bentuk pembinaan akhlak tasawuf, melalui halaqah akan dihasilkan manfaat:
1) Tertanamnya keyakinan keimanan kuat kepada aqidah dan kebenaran Islam.
2) Terbentuknya akhlak al-karimah secara nyata dalam wujud perbuatan baik dalam ruang lingkup individu, keluarga dan masyarakat termasuk di dalamnya di lingkungan kampus.
3) Terciptanya ruh ukhuwah Islamiyah di dalam kehidupan sosial.
4) Optimalisasi amal untuk mendakwah keislaman khususnya melalui Qadwah atau tasawuf.
5) Terpeliharanya kepribadian dan amal dari pelbagai pengaruh yang bisa merusak dan melemahkannya.
6) Mengkoreksi dan memperbaiki berbagai bentuk kesalahan dan penyimpangan melalui tausiyah dan mau’idzah khasanah.

2. Langkah-Langkah Pembinaan Akhlak
Beribadah merupakan pengabdian seorang hamba kepada Tuhannya (Allah Swt). Dalam mewujudkan pengabdianya manusia berusaha untuk senantiasa bersih atau suci dari segala dosa-dosa yang melekat pada diri manusia. Upaya-upaya tersebut sudah banyak dilakukan oleh mereka yang ingin dekat dengan Allah Swt. Salah satunya adalah pembinaan akhlak yang dalam pembahasan ini lebih ditekankan pada pembinaan akhlak melalui Tarbiyah Dzatiyah, Tarbiyah al-Nafs dan Halaqah Tarbawiyah. Disinilah para ahli perjalanan kepada Allah mengambil langkah pendekatan diri pada Tuhannya dengan cara muraqabah, muhasabah, musyarathah, mujahadah dan mu’tabah, dimana cara seperti ini sebagai salah satu sarana tazkiyatun nafs.
Manusia yang senantiasa metazkiyah dirinya akan selalu mengingat bahwa Allah mengawasi mereka, menanyai mereka dalam proses hisab, dan akan dituntut dengan berbagai tuntutan yang sedetail-detailnya. Dan tidak ada sesuatu yang dapat menyelamatkan mereka dari bahaya ini kecuali lazumul muhasabah (muhasabah secara terus menerus), shidul muraqabah (muraqabah secara benar), muthalabatun nafsi (menuntut jiwa) dalam semua nafas dan gerak dan muhasabah terhadap jiwa dalam segala hal dan keadaan. Barangsiapa meng-hisab dirinya sebelum dihisab, maka akan ringan hisabnya di hari kiamat, bisa menjawab pertanyaan yang diajukan, dan mendapatkan tempat kembali yang baik. Tetapi barang siapa yang tidak meng-hisab dirinya maka akan menyesal selamanya, akan lama penantiannya di pelataran kiamat, dan berbagai keburukan akan menyeretnya kepada kehinaan dan murka. Setelah hal itu terungkap, maka manusia akan mengetahui bahwa tidak ada sesuatu yang dapat menyelamatkan mereka kecuali ketaatan kepada Allah.
Dalam pada itu Allah telah memerintahkan mereka agar bersabar dan bersiap siaga (murabathah). FirmanNya “Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga...” Mereka mempersiapsiagakan diri mereka terlebih dahulu dengan musyarathah (menetapkan beberapa syarat), kemudian dengan muraqabah, muhasabah, mu’aqabah, mujahadah dan mu’atabah. Inilah yang kemudian sebagai acuan dalam tazkiyah al-nafs, yaitu upaya manusia membersihkan atau mensucikan dirinya sebagai sarana mendekatkan diri pada Tuhannya.
Ada beberapa tahapan mempersiapkan diri (murabathah) dalam bertazkiyah yang memiliki keterkaitan erat satu sama lain dan membangun sistem pengawasan serta penjagaan yang kokoh. Kesemua tahapan tersebut penting dijalani agar benar-benar menjadi “safety net” (jaring pengaman) yang menyelamatkan manusia dari keterperosokan dan keterpurukan di dunia serta kehancuran di akhirat nanti. Tahapan tersebut terbagi dalam enam maqam (tingkatan), yaitu:
a. Musyarathah (Penetapan Syarat)
Penetapan syarat adalah permulaan seseorang melakukan suatu kegiatan. Sebagai contoh tuntutan orang-orang yang terlihat dalam kongsi perdagangan, ketika melakukan perhitungan, adalah selamatkan keuntungan. Sebagaimana pedagang meminta bantuan kepada sekutu dagangnya lalu menyerahkan harta kepadanya agar memperdagangkan kemudian memperhitungkannya. Demikian pula akal, ia merupakan pedagang di jalan akherat. Apa yang menjadi tuntutan dan keuntungan tidak lain adalah tazkiyatun nafs karena dengan hal itulah keberuntungannya. Allah berfirman: “Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.” Karena keberuntungan tidak lain adalah amal shalih.
Dalam perdagangan ini akal dibantu oleh jiwa, bila dipergunakan dan dikerjakan untuk hal yang dapat mensucikannya, sebagaimana pedagang dibantu oleh sekutu dan pembantunya yang memperdagangkan hartanya. Sebagaimana sekutu bisa menjadi musuh dan pesaing yang memanipulasi keuntungan sehingga perlu terlebih dahulu dibuat syarat (musyrathah), kemudian diawasi (muraqabah), diaudit (muhasabah) dan memberi sanksi (mu’aqabah) atau dicela (mu’atabab). Demikian pula akal memerlukan musyrathah (penetapan syarat kepada jiwa), lalu memberikan berbagai tugas, menetapkan berbagai syarat, mengarahkan ke jalan kemenangan, dan mewajibkannya agar menempuh jalan tersebut. Kemudian tidak pernah lupa mengawasinya, sebab seandainya manusia mengabaikannya niscaya akan terjadi pengkhianatan dan penyia-nyiaan modal. Kemudian setelah itu ia harus meng-hisabnya dan menuntut memenuhi syarat yang ditetapkan, karena bagi manusia keuntungan perdagangan ini adalah syurga firdaus yang tertinggi dan mencapai sidratul munthaha bersama para nabi dan syuhada’. Oleh sebab itu memperketat hisab (perhitungan) terhadap jiwa dalam hal ini jauh lebih penting ketimbang memperketat perhitungan keuntungan dunia, karena keuntungan dunia sangat hina bila dibandingkan dengan kenikmatan syurga, disamping kenikmatan dunia pasti lenyap. Tidak ada kebaikan pada kebaikan yang tidak langgeng.
Maka menjadi keharusan bagi setiap orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir untuk tidak lalai untuk melakukan muhasabah terhadap jiwanya, memperketat dalam berbagai gerak, diam, lintasan dan langkah-langkahnya. Apabila hamba memasuki waktu shubuh dan telah usai melaksanakan shalat shubuh maka hendaknya ia meluangkan hatinya untuk menetapkan syarat terhadap jiwanya sebagaimana pedagang meluangkan pertemuan untuk menetapkan syarat-syarat kepada sekutunya ketika ia menyerahkan barang dagangan kepadanya seraya berkata kepada jiwa; “Aku tidak mempunyai barang dagangan kecuali umur, jika ia habis maka habislah modal sehingga tidak ada harapan untuk melakukan perdagangan dan mencari keuntungan. Di hari yang baru ini Allah telah memberi tempo (waktu) kepadaku, dia memperpanjang usiaku dan melimpahkan nikmat kepadaku dengan usia itu. Seandainya Allah mematikan aku niscaya aku akan berandi-manusia sekiranya Allah mengembalikan aku ke dunia sehari saja agar aku beramal shalih.” Seandainya jiwa manusia telah meninggal kemudian dikembalikan lagi ke dunia, maka janganlah menyia-nyiakan hari ini, karena setiap nafas adalah mutiara yang tiada terkira nilainya. Perlu diketahui bahwa sehari semalam adalah dua puluh empat jam, maka bersungguh-sungguhlah hari ini untuk mengumpulkan bekal dan hindari kecenderungan pada kemalasan, kelesuan dan santai yang menyebabkan tidak dapat meraih derajat ‘iltiyin sebagaimana orang yang telah mendapatkannya.

b. Muraqabah (Pengawasan)
Muraqabah atau perasaan diawasi adalah upaya menghadirkan kesadaran adanya muraqabatullah (pengawasan Allah). Istilah ini diterapkan pada konsentrasi penuh waspada, dengan segenap jiwa, pikiran dan imajinasi, serta pemeriksaan yang dengannya sang hamba mengawasi dirinya sendiri dengan cermat. Dengan kata lain muraqabah adalah upaya diri untuk senantiasa merasa terawasi oleh Allah (muraqabatullah). Jadi upaya untuk menghadirkan muraqabatullah dalam diri adalah dengan jalan mewaspadai dan mengawasi diri sendiri.
Bila hal tersebut tertanam secara baik dalam diri seorang Muslim maka dalam dirinya terdapat ‘waskat' (pengawasan melekat atau built in control) yakni sebuah mekanisme yang sudah inheren, dalam dirinya. Artinya ia akan aktif mengawasi dan mengontrol dirinya sendiri karena ia sadar senantiasa berada di bawah pengawasan Allah seperti yang dinyatakan dalam al-Qur’an dan Hadits yang artinya berikut ini:
1) “...Dan Dia bersama kamu di mana saja kamu berada. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan”. (QS. Al-Hadid ayat 4), “Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan hatinya, dan kami lebih dekat kepadanya dari urat lehernya” (QS. Qaf ayat 16),
2) “Dan pada sisi Allahlah kunci-kunci semua yang ghaib, tak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daunpun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir pun dalam kegelapan bumi dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh)” (QS. Al-An’am ayat 59).
3) (Luqman berkata): “Hai anakku, sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasinya) sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha Mengetahui” (QS. Luqman ayat 16).
4) Kemudian dalam HR. Ahmad, Nabi Saw bersabda, “Jangan engkau mengatakan engkau sendiri, sesungguhnya Allah bersamamu. Dan jangan pula mengatakan tak ada yang mengetahui isi hatimu, sesungguhnya Allah mengetahui”.
Muraqabatullah atau kesadaran tentang adanya pengawasan Allah akan melahirkan ma’iyatullah (kesertaan Allah) seperti nampak pada keyakinan Rasulullah SAW (QS. At-Taubah ayat 40) bahwa “Sesungguhnya Allah bersama kita”, ketika Abu Bakar r.a sangat cemas musuh akan bisa mengetahui keberadaan Nabi dan menangkapnya. Begitu pula pada diri Nabi Musa a.s ketika menghadapi jalan buntu karena di belakang tentara Fir’aun mengepung dan laut merah ada di depan mata. Namun ketika umat pengikutnya panik dan ketakutan, beliau sangat yakin adanya kesertaan Allah. Ia berkata, “Sekali-kali tidak (akan tersusul). Rabbku bersamaku. Dia akan menunjukiku jalan”. Kemudian akhirnya Nabi Ibrahim a.s juga dapat menjadi contoh agung tentang kesadaran akan kesertaan dan pertolongan Allah, Yakni ketika beliau diseret dan dibakar di api unggun, beliau tetap tenang. Dan benar saja terbukti beliau keluar dari api unggun dalam keadaan sehat wal afiat karena Allah telah memerintahkan makhluknya yang bernama api agar menjadi dingin.
Apabila manusia telah mewasiati jiwanya dan menetapkan syarat kepadanya dengan apa yang telah disebutkan di atas maka langkah selanjutnya adalah mengawasi (muraqabah) ketika melakukan berbagai amal perbuatan dan memperhatikan dengan mata yang tajam, karena jika dibiarkan pasti akan melampaui batas dan rusak.
Berikut ini akan disebutkan keutamaan muraqabah dan derajat-derajatnya. Tentang keutamaan muraqabah, Jibril ‘alaihi salam pernah bertanya tentang ihsan lalu Rasulullah Saw menjawab: “Engkau beribadah kepada Allah seolah-olah engkau melihatnya” (Bukhari dan Muslim). Hadits selanjutnya adalah “Beribadah kepada Allah seolah-olah engkau melihat-Nya, sekalipun kamu tidak melihata-Nya tetapi Dia melihatmu” (diriwayatkan Abu Nu’aim di dalam Al- Hilyah, Hadits ini ahsan). Kemudian ayat-ayat dalam al-Qur’an yang mendukung keutamaan muraqabah adalah: “Maka apakah Tuhan yang menjaga sedap diri terhadap apa yang diperbuatnya (sama dengan yang tidak demikian sifatnya)?” (QS. Ar-Ra’d ayat 33), “Tidaklah dia mengetahui bahwa sesungguhnya Allah melihat segala perbuatannya?” (QS. Al-Alaq ayat 14), “Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu” (QS. An-Nisa’ ayat 1), “Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya. Dan orang-orang yang memberikan kesaksiannya” (QS. Al-Ma’arij ayat 32-33).
Sebagaimana diceritakan bahwa sebagian dari manusia bertanya tentang firman Allah: “Allah ridha terhadap mereka dan merekapun ridha kepadaNya. Yang demikian itu adalah (balasan) bagi orang yang takut kepada Tuhannya” (QS. Al-Bayianah ayat 8). Ia menjawab maknanya: maknanya yang demikian itu bagi orang yang merasakan muraqabah Tuhannya, meng-hisab dirinya dan membekali diri untuk akheratnya. Dzun Nun pernah ditanya: dengan apakah seorang hamba mencapai syurga? Ia menjawab: “Dengan lima hal yaitu, istiqamah yang tidak mengandung kelicikan, keseriusan yang tidak disertai kelalaian, muraqabatullah ta’ala dalam sunyi dan keramaian, menantikan kematian dengan penuh kesiapan terhadapnya, dan memuhasabah jiwamu sebelum kamu dihisab.”
Manusia, dalam segala ihwal keadaannya, tidak terlepas dari gerak dan diam. Apabila ia merasakan muraqabatullah dalam semua hal tersebut dengan niat, perbuatan yang baik dan menjaga adab maka ia adalah orang yang telah melakukan muraqabah. Jika ia sedang duduk misalnya maka seyogyanya ia duduk menghadap kiblat mengingat sabda Rasullullah SAW: “Sebaik- baik majlis adalah yang menghadap kiblat” (Di riwayatkan oleh Al- Hakim), jika ia tidur di atas tangan dan menghadap kiblat dengan tetap menjaga semua adabnya. Semua itu masuk dalam muraqabah. Bahkan sekalipun tengah membuang hajat, ia tetap menjaga adab-adabnya demi komitmen kepada muraqabah.
Seorang hamba tidak terlepas dari tiga keadaan: dalam ketaatan, atau dalam kemaksiatan atau dalam hal yang mubah. Muraqabah-nya dalam ketaatan ialah dengan ikhlas, menyempurnakan, menjaga adab dan melindunginya dari berbagai cacat. Dalam kemaksiatan, maka muraqabahnya ialah dengan taubat, melepaskan, malu dan sibuk melakukan tafakur. Jika dalam hal yang mubah, maka muraqabah-nya ialah dengan menjaga adab kemudian menyaksikan pemberi nikmat dalam kenikmatan yang didapat dan mensyukurinya.
Dalam semua keadaan, seorang hamba tidak tidak terlepas dari ujian yang harus disikapinya dengan kesabaran, dan nikmat yang harus disyukurinya. Semua itu adalah muraqabah. Bahkan dalam keadaannya, seorang hamba tidak terlepas dari fardhu Allah kepadanya yang harus dilaksanakan, atau larangan yang harus dihindarinya, atau anjuran yang yang dianjurkannya kepadanya agar ia bersegera mendapatkan ampunan Allah dan berpacu dengan hamba-hamba Allah, atau hal yang mubah yang memberikan kemaslahatan jasad dan hatinya di samping menjadi dukungan terhadap ketaatannya. Masing- masing dari hal tersebut memiliki batasan-batasan yang harus dijaga dengan senantiasa muraqabah: “Dan barang siapa melanggar batas-batas Allah maka sesungguhnya dia telah berbuat zhalim terhadap dirinya sendiri” (QS. At- Thalaq ayat 1). Seorang hamba harus mengontrol diriya dalam semua waktunya dalam ketiga hal tersebut. Jika telah menyelesaikan berbagai kewajiban dan mampu melakukan berbagai keutamaan maka hendaknya ia mencari amal yang paling utama untuk ditekuninya. Jika luput mendapatkan tambahan keuntungan padahal ia mampu untuk mendapatkannya maka ia adalah orang yang terpedaya. Berbagai keuntungan diperoleh melalui berbagai keutamaan yang istimewa. Dengan hal itulah seorang hamba menjadikan bagian dunianya untuk akhirat, sebagaimana firman Allah: “Dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari (kenikmatan) duniawi” (QS. Al-Qashas ayat 77). Demikian murabathah yang kedua dengan senantiasa mengawasi amal perbuatan ini.

c. Muhasabah (Intropeksi)
1) Hakekat Muhasabah
Muhasabah adalah menganalisa terus menerus atas hati berikut keadaannya yang selalu berubah. Muhasabah juga berarti usaha seorang Muslim untuk menghitung, mengkalkulasi diri seberapa banyak dosa yang telah dilakukan dan mana-mana saja kebaikan yang belum dilakukannya. Selama muhasabah, orang yang merenung pun memeriksa gerakan hati yang paling tersembunyi dan paling rahasia. Dia menghisab dirinya sendiri sekarang tanpa menunggu hingga Hari Kebangkitan.
Jadi muhasabah adalah sebuah upaya untuk selalu menghadirkan kesadaran bahwa segala sesuatu yang dikerjakannya tengah dihisab, dicatat oleh Malaikat Raqib dan Atid sehingga ia pun berusaha aktif menghisab dirinya terlebih dulu agar dapat bergegas memperbaiki diri.
Arti muhasabah terhadap mitra usaha ialah meninjau modal, keuntungan dan kerugian, untuk mencari kejelasan apakah bertambah atau berkurang. Jika didapatinya bertambah maka pedagang tersebut mensyukurinya tetapi jika didapatinya merugi maka ia mencarinya dengan menjaminnya dan berusaha mendapatkannya di masa mendatang. Demikian pula modal hamba dalam agamanya adalah berbagai kewajiban, keuntungannya adalah berbagai amal sunnah dan keutamaan, sedangkan kerugiannya adalah berbagai kemaksiatan.

2) Keutamaan Muhasabah
Berikut ini adalah keutamaan muhasabah. Tentang keutamaan muhasabah, Allah berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat)” (QS. Al-Hasyr ayat 18). Ini adalah isyarat kepada muhasabah terhadap amal perbuatan yang telah dikerjakan. Oleh karena itu Umar ra berkata, “hisablah dirimu sebelum kamu dihisab, dan timbanglah dia sebelum kamu ditimbang.”
Seoarang hamba memulai muhasabahnya. dengan bertaubat pada Allah SWT. Sebagaimana dalam firman Allah: “Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung” (QS. An-Nur ayat 31). Taubat adalah meninjau perbuatan dengan menyesalinya setelah dikerjakan. Nabi SAW bersabda dalam sebuah Hadits Shahih: Sesungguhnya aku memohon ampunan kepada Allah dan bertaubat kepada-Nya seratus kali dalam sehari.”
Dalam ayat lain Allah berfirman: “Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa bila mereka ditimpa was-was dari syaitan, mereka ingat kepada Allah, maka ketika itu juga mereka melihat kesalahan-kesalahannya” (QS. al- A’raf ayat 201). Dari Umar ra bahwa ia memukul kedua kakinya dengan cemeti apabila malam telah larut seraya berkata pada dirinya; “Apakah yang telah kamu perbuat hari ini?” Dari Maimun bin Mahran bahwa ia berkata: “Seorang hamba tidak termasuk golongan muttaqin sehingga dia menghisab dirinya lebih keras ketimbang muhasabahnya terhadap mitra usahanya. Al-Hasan berkata: “Orang mukmin selau mengevaluasi dirinya, ia menghisabnya karena Allah. Hisab akan menjadi ringan bagi orang-orang yang telah menghisab diri mereka di dunia, dan akan menjadi berat pada hari kiamat bagi orang-orang yang mengambil perkara ini tanpa muhasabah.”
Tentang firman Allah: “Dan Aku bersumpah dengan jiwa yang amat menyesali (dirinya sendiri)” (QS. al-Qiyamah ayat 2).
Penyesalan ini akan dapat mendorong seseorang untuk mengevaluasi atau memperbaiki kesalahan-kesalahan yang pernah dilakukan, sehingga perbuatan yang akan dijalani dapat terkontrol dengan baik. Inilah keutamaan muhasabah.

d. Mu’aqabah (Menghukum Diri Atas Segala Kekurangan )
Selain sadar akan pengawasan (muraqabah) dan sibuk mengkalkulasi diri, maka perlu meneladani para sahabat dan salafus-shaleh dalam meng’iqab (menghukum atau menjatuhi sanksi atas diri mereka sendiri). Bila Umar r.a terkenal dengan ucapan: “Hisablah dirimu sebelum kelak engkau dihisab”, maka mu’aqabah dianalogikan dengan ucapan tersebut yakni “Iqablah dirimu sebelum kelak engkau diiqab”. Umar Ibnul Khathab pernah terlalaikan dari menunaikan shalat dzuhur berjamaah di masjid karena sibuk mengawasi kebunnya. Lalu karena ia merasa ketertambatan harinya kepada kebun melalaikannya dari bersegera mengingat Allah, maka ia pun cepat-cepat menghibahkan kebun beserta isinya tersebut untuk keperluan fakir miskin. Hal serupa itu pula yang dilakukan Abu Thalhah ketika beliau terlupakan berapa jumlah rakaatnya saat shalat karena melihat burung terbang. Ia pun segera menghibahkan kebunnya beserta seluruh isinya, subhanallah.
Betapapun manusia telah menghisab dirinya tetapi ia tidak terbebas sama sekali dari kemaksiatan dan melakukan kekurangan berkaitan dengan hak Allah sehingga ia tidak pantas mengabaikannya, jika ia mengabaikannya maka ia akan mudah terjatuh melakukan kemaksiatan, jiwanya menjadi senang kepada kemaksiatan, dan sulit untuk memisahkannya. Hal ini merupakan sebab kehancurannya, sehingga harus diberi sanksi. Apabila ia memakan sesuap subhat dengan nafsu syahwat maka seharusnya perut dihukum dengan rasa lapar. Apabila ia melihat orang yang bukan muhrimnya maka seharusnya mata dihukum dengan larangan melihat. Demikian pula setiap anggota tubuhnya dihukum dengan melarangnya dari syahwatnya.
Kami menyebutkan hadits Abu Thalhah, ketika hatinya tidak khusu’ karena memperhatikan seekor burung di kebunnya lalu ia menshadaqahkan kebunnya sebagai kafarat hal tersebut. Demikian pula ‘Umar memukul kedua kakinya dengan cemeti setiap malam seraya berkata: Apa yang telah kamu perbuat hari ini?
Demikian pula sanksi orang-orang yang bersikap tegas terhadap jiwa mereka. Hal yang mengherankan bahwa manusia menghukum budak, istri dan anak manusia atas akhlak buruk yang mereka lakukan dan keteledoran mereka terhadap suatu perintah, dan manusia memaafkan mereka niscaya urusan mereka akan rusak dan mereka tidak mentaatinya, tetapi kemudian manusia membiarkan nafsu syaitan yang merupakan musuh terbesar bagi manusia menyelimuti jiwanya. Sekiranya manusia berfikir mendalam niscaya manusia menyadari bahwa kehidupan yang sebenarnya adalah kehidupan akhirat, karena di dalamnya terdapat kenikmatan abadi yang tiada ujungnya. Tetapi nafsu itulah yang mengeruhkan kehidupan akherat manusia sehingga dia lebih pantas mendapatkan sanksi (mu’aqabah) ketimbang yang lainnya.

e. Mujahadah (Bersungguh-Sungguh)
Mujabadah adalah upaya keras untuk bersungguh-sungguh melaksanakan ibadah kepada Allah, menjauhi segala yang dilarang Allah dan mengerjakan apa saja yang diperintahkan-Nya. Kelalaian sahabat Nabi Saw yakni Ka’ab bin Malik sehingga tertinggal rombongan saat perang Tabuk adalah karena ia sempat kurang bermujahadah untuk mempersiapkan kuda perang dan sebagainya. Ka’ab bin Malik mengakui dengan jujur kelalaian dan kurangnya mujahadah pada dirinya.
Ternyata Ka’ab harus membayar sangat mahal berupa pengasingan/pengisoliran selama kurang lebih 50 hari sebelum akhirnya turun ayat Allah yang memberikan pengampunan padanya.
Rasulullah Muhammad SAW terkenal dengan mujahadahnya yang luar biasa dalam ibadah seperti dalam shalat tahajudnya. Kaki beliau sampai bengkak karena terlalu lama berdiri. Namun ketika bukankah sudah diampuni, seluruh dosamu yang lalu dan yang akan datang. Beliau menjawab,“Salahkah aku bila menjadi ‘abdan syakuran (hamba yang senantiasa bersyukur)?”
Diriwayatkan dari seseorang dari sahabat ‘Ali bin Abi Thalib ra bahwa ia berkata: “aku pernah shalat shubuh di belakang ‘Ali ra. Ketika salam, Ia menoleh kesebelah kanannya dengan sedih hati lalu diam hingga terbit matahari kemudian membalik tangannya seraya berkata: “Demi Allah, aku melihat para shahabat Muhammad SAW dan sekarang aku tidak melihat sesuatu yang menyerupai mereka sama sekali. Mereka dahulu berdebu dan pucat pasi, mereka melewatkan malam hari dengan sujud dan berdiri karena Allah, mereka membaca kitab Allah dengan bergantian pijakan kaki dan jidat mereka, apabila menyebut Allah, mereka bergetar seperti pohon bergetar terterpa angin, mata mereka mengucurkan air mata membasahi pakaian mereka, dan orang-orang sekarang seakan-akan lalai (bila dibandingkan dengan mereka).”
Demikian peri kehidupan generasi salaf yang shalih dalam mensiapsiagakan jiwa dan mengawasinya (murabathah dan muraqabah). Sehingga mereka dapat bermujahadah melaksanakan ibadah dengan sungguh-sungguh.

f. Mu’atabah (Mencela Diri)
Terakhir dari tingkatan murabathah ini adalah Mu’atabah. Mu’atabah mengandung arti perlunya memonitoring, mengontrol dan mengevaluasi sejauh mana proses-proses tersebut seperti mu’ahadah dan seterusnya berjalan dengan baik.
Dalam melakukan mu’atabah adalah mengetahuilah terlebih dahulu bahwa musuh bebuyutan dalam diri manusia adalah nafsu yang ada di dalam dirinya. Ia diciptakan dengan karakter suka memerintahkan pada keburukan, cenderung pada kejahatan, dan lari dari kebaikan. Manusia diperintahkan agar mensucikan, meluruskan dan menuntunnya dengan rantai paksaan untuk beribadah kepada Tuhan, dan mencegahnya dari berbagai syahwatnya dan menyapihnya dari berbagai kelezatannya. Jika mengabaikannya maka ia pasti merajalela dan liar sehingga manusia tidak dapat mengendalikannya setelah itu. Jika manusia senantiasa mencela dan menegurnya kadang-kadang ia tunduk dan menjadi nafsu lawwamah (yang amat menyesali dirinya) yang dipergunakan oleh Allah untuk bersumpah, dan manusia tidak berharap menjadi nafsu muthma’innah (yang tenang) yang mengajak untuk masuk ke dalam rombongan hamba-hamba Allah yang ridha dan diridhai. Maka hendaklah manusia tidak lupa sekalipun sesaat untuk mengingatkannya, dan hendaknya seorang hamba sibuk menasehati orang lain jika ia tidak sibuk terlebih dahulu menasehati dirinya sendiri.
Allah berfirman: “Dan tetaplah memberi peringatan, karena sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi orang-orang yang beriman” (QS. Adz Dzariyat ayat 55). Jalan yang harus manusia tempuh adalah berkonsentrasi mengahadapinya lalu menyadarkan akan kebodohan dan kedunguannya, janganlah manusia terpedaya oleh kelicikan dan “petunjuknya”. Firman Allah yang berbunyi: “Telah dekat kepada manusia hari menghisab segala amalan mereka, sedang mereka berada dalam kelalaian lagi berpaling (daripadanya). Tidak datang kepada mereka suatu ayat Al Quran pun yang baru (diturunkan) dari Tuhan mereka, melainkan mereka mendengarnya, sedang mereka bermain-main (lagi) hati mereka dalam keadaan lalai” (QS. Al- Anbiya’ ayat 1-3).
Demikian cara orang-orang ahli ibadah dalam bermunajat kepada Sang Penolong mereka yaitu Allah SWT. Tujuan munajat mereka adalah mencari ridha-Nya dan maksud celaan mereka adalah memperingatkan dan meminta perhatian. Siapa yang mengabaikan mu’atabah (celaan terhadap diri) dan munajat berarti ia tidak menjaga jiwanya, dan bisa jadi tidak mendapatkan ridha Allah.